Laman

Senin, 28 Desember 2020

CONTRARIUS ACTUS

Contrarius Actus


 
Penjelasan menganai asas contrarius actus di antaranya dirumuskan oleh William  Livesey Burdick dalam bukunya The Principles of Roman Law and Their Relation to Modern  Law (hal. 235) yang menyatakan bahwa:

If an obligation had been entered into by the expression of solemn words, it could be extinguished only in the same way, namely by the “unsaying” of the words in the same way and manner in which they had been originally spoken.
 
Contrarius actus mendalilkan bahwa pencabutan suatu KTUN yang telah dibuat dan berkekuatan hukum hanya dapat dilakukan sesuai dan sebagaimana cara KTUN tersebut dibuat.
 
Menurut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, dalam buku Argumentasi Hukum (2009), sebagaimana yang dikutip oleh M. Lutfi Chakim dalam tulisannya Contrarius Actus yang dimuat dalam Majalah Konstitusi (hal.78), asas contrarius actus dalam hukum administrasi negara adalah asas yang menyatakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (“TUN”) yang menerbitkan KTUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya. Asas ini berlaku meskipun dalam KTUN tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim. Apabila dikemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kehilafan, maka keputusan ini akan ditinjau kembali.

 
Apabila ditelusuri, rumusan dalam Pasal 64 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”) sejatinya berakar pada asas contrarius actus tersebut. Hal ini dapat Anda temukan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan susunan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (“Kemenpan RB”).
 
Di dalam naskah tersebut, Kemenpan RB mengutip pendapat Prayudi Atmosudirdjo yang menyatakan bahwa kekeliruan di dalam KTUN umumnya disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya luasnya wewenang pemerintahan, peraturan perundang-undangan yang tidak lengkap, serta kurangnya petunjuk pelaksanaan. Lebih lanjut, terdapat setidaknya empat prinsip yang dapat digunakan dalam melihat kekurangan KTUN.
  1. KTUN yang keliru dapat ditinjau dan ditarik kembali oleh pejabat pembuatnya, sepanjang tidak ada aturan yang melarang tindakan tersebut.
  2. Pembatalan KTUN didasarkan pada bentuk dan tata cara penerbitannya, apabila aturan mengenai tata cara pembatalan KTUN tidak tersedia.
  3. Seluruh upaya harus ditempuh guna mencegah berbagai efek negatif akibat pembatalan KTUN, yang dapat berbentuk kerugian dan pelanggaran hak masyarakat terkait, merugikan kepastian hukum, atau mengurangi wibawa pemerintah.
  4. Suatu KTUN yang memiliki kekurangan akibat tidak terpenuhinya sejumlah syarat, maka pembatalan KTUN dapat bersifat sementara hingga syarat tersebut terpenuhi.
 
Ketentuan mengenai pencabutan KTUN diatur dalam Pasal 64 ayat (1) UU 30/2014. KTUN dapat dicabut apabila terdapat cacat wewenang, prosedur, dan/atau substansi. Yang dimaksud dengan “cacat substansi” antara lain:
  1. Keputusan tidak dilaksanakan oleh penerima keputusan sampai batas waktu yang ditentukan;
  2. fakta-fakta dan syarat-syarat hukum yang menjadi dasar keputusan telah berubah;
  3. Keputusan dapat membahayakan dan merugikan kepentingan umum; atau
  4. Keputusan tidak digunakan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam isi keputusan.

Paragraf 2
Pencabutan

Pasal 64

  1. Keputusan hanya dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat:
    1. wewenang;
    2. prosedur; dan/atau
    3. substansi.
  2. Dalam hal Keputusan dicabut, harus diterbitkan Keputusan baru dengan mencantumkan dasar hukum pencabutan dan memperhatikan AUPB.
  3. Keputusan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan:
    1. oleh Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan;
    2. oleh Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan; atau
    3. atas perintah Pengadilan.
  4. Keputusan pencabutan yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dan Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditemukannya dasar pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.
  5. Keputusan pencabutan yang dilakukan atas perintah Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak perintah Pengadilan tersebut, dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.

Paragraf 3
Penundaan

Pasal 65

  1. Keputusan yang sudah ditetapkan tidak dapat ditunda pelaksanaannya, kecuali jika berpotensi menimbulkan:
    1. kerugian negara;
    2. kerusakan lingkungan hidup; dan/atau
    3. konflik sosial.
  2. Penundaan Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
    1. Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan; dan/atau
    2. Atasan Pejabat.
  3. Penundaan Keputusan dapat dilakukan berdasarkan:
    1. Permintaan Pejabat Pemerintahan terkait; atau
    2. Putusan Pengadilan.

Paragraf 4
Pembatalan

Pasal 66

  1. Keputusan hanya dapat dibatalkan apabila terdapat cacat:
    1. wewenang;
    2. prosedur; dan/atau
    3. substansi.
  2. Dalam hal Keputusan dibatalkan, harus ditetapkan Keputusan yang baru dengan mencantumkan dasar hukum pembatalan dan memperhatikan AUPB.
  3. Keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
    1. Pejabat Pemerintahan yang menetapkan Keputusan;
    2. Atasan Pejabat yang menetapkan Keputusan; atau
    3. atas putusan Pengadilan.
  4. Keputusan pembatalan yang dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan dan Atasan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditemukannya alasan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berlaku sejak tanggal ditetapkan Keputusan pembatalan.
  5. Keputusan pencabutan yang dilakukan atas perintah Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak perintah Pengadilan tersebut, dan berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.
  6. Pembatalan Keputusan yang menyangkut kepentingan umum wajib diumumkan melalui media massa.

Pasal 67

  1. Dalam hal Keputusan dibatalkan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan menarik kembali semua dokumen, arsip, dan/atau barang yang menjadi akibat hukum dari Keputusan atau menjadi dasar penetapan Keputusan.
  2. Pemilik dokumen, arsip, dan/atau barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembalikannya kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menetapkan pembatalan Keputusan.

Pasal 68

  1. Keputusan berakhir apabila:
    1. habis masa berlakunya;
    2. dicabut oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang;
    3. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang atau berdasarkan putusan Pengadilan; atau
    4. diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Keputusan dengan sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
  3. Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Keputusan yang dicabut tidak mempunyai kekuatan hukum dan Pejabat Pemerintahan menetapkan Keputusan pencabutan.
  4. Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pejabat Pemerintahan harus menetapkan Keputusan baru untuk menindaklanjuti keputusan pembatalan.
  5. Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, Keputusan tersebut berakhir dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 69

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat mengubah Keputusan atas permohonan Warga Masyarakat terkait, baik terhadap Keputusan baru maupun Keputusan yang pernah diubah, dicabut, ditunda atau dibatalkan dengan alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (1), Pasal 64 ayat (1), Pasal 65 ayat (1), dan Pasal 66 ayat (1).



PENJELASAN

Pasal 64
Ayat (1)
 
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “cacat substansi” antara lain:
1.         Keputusan tidak dilaksanakan oleh penerima Keputusan sampai batas waktu yang ditentukan;
2.         fakta-fakta dan syarat-syarat hukum yang menjadi dasar Keputusan telah berubah;
3.         Keputusan dapat membahayakan dan merugikan kepentingan umum; atau
4.         Keputusan tidak digunakan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam isi Keputusan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
 
 
Pasal 65
Cukup jelas.
 
 
Pasal 66
Cukup jelas.
 
 
Pasal 67
Cukup jelas.
 
 
Pasal 68
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Contoh Keputusan yang berakhir dengan sendirinya: Keputusan pengangkatan pejabat yang masa jabatan yang bersangkutan telah berakhir, maka Keputusan pengangkatan tersebut dengan sendirinya menjadi berakhir dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
 
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Apabila ketentuan peraturan perundang-undangan mengatur tentang masa berlakunya suatu Keputusan, sedangkan dalam Keputusan pengangkatan pejabat yang bersangkutan tidak dicantumkan secara tegas maka berakhirnya Keputusan memerlukan penerbitan Keputusan baru demi kepastian hukum.
Contoh dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi pemerintahan dari organisasi yang lama ke organisasi baru yang berakibat pada perubahan nomenklatur jabatan, sedangkan pemangku jabatan tidak ditentukan masa berlakunya dalam keputusan pengangkatan, maka diperlukan penetapan keputusan baru untuk mengakhiri masa jabatan pejabat yang bersangkutan.
 
 
Pasal 69
Cukup jelas.