Laman

Jumat, 23 Agustus 2019

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH

UMUM

Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya.
Selain itu dalam menghadapi kasus-kasus konkret diperlukan juga terselenggaranya pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yanh menjadi obyek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi Pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pertanahan.
Sehubungan dengan itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 memerintahkan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum dimaksud di atas. Pendaftaran tanah tersebut kemudian diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang sampai saat ini menjadi dasar kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia.
Dalam kenyataannya pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut selama lebih dari 35 tahun belum cukup memberikan hasil yang memuaskan. Dari sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru lebih kurang 16,3 juta bidang yang sudah didaftar. Dalam pada itu, melalui pewarisan, pemisahan dan pemberian-pemberian hak baru, jumlah bidang tanah yang memenuhi syarat untuk didaftar selama Pembangunan Jangka Panjang Kedua diperkirakan akan meningkat menjadi sekirat 75 juta. Hal-hal yang merupakan kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, di samping kekurangan anggaran, alat dan tenaga, adalah kedaaan obyektif tanah-tanahnya sendiri yang selain jumlahnya besar dan tersebar di wilayah yang luas, sebagian besar penguasaannya tidak didukung oleh alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya. Selain itu ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran dalam waktu yang singkat dengan hasil yang lebih memuaskan. Sehubungan dengan itu maka dalam rangka meningkatkan dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional dengan memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan, dipandang perlu untuk mengadakan penyempurnaan pada ketentuan yang mengatur pendaftaran tanah, yang pada kenyataannya tersebar pada banyak peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam Undang-undang Pokok-pokok Agraria (UUPA), yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dan dalam sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA. Pendaftaran tanah juga tetap dilaksanakan melalui dua cara, yaitu pertama-tama secara sistematik yang meliputi wilayah satu desa atau kelurahan atau sebagiannya yang terutama dilakukan atas prakarsa Pemerintah dan secara sporadik, yaitu pendaftaran mengenai bidang-bidang tanah atas permintaan pemegang atau penerima hak bersangkutan secara individual atau massal.
Penyempurnaan yang diadakan meliputi penegasan berbagai hal yang belum jelas dalam peraturan yang lama, antara lain pengertian pendaftaran tanah itu sendiri, azas-azas dan tujuan penyelenggaraannya, yang di samping untuk memberi kepastian hukum sebagaimana disebut di atas juga dimaksudkan untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan. Prosedur pengumpulan data penguasaan tanah juga dipertegas dan dipersingkat serta disederhanakan. Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan tanah faktor kepastian letak dan luas setiap bidang tanah tidak dapat diabaikan. Dari pengalaman masa lalu cukup banyak sengketa tanah yang timbul sebagai akibat letak dan batas bidang-bidang tanah tidak benar.
Karena itu masalah pengukuran dan pemetaan serta penyediaan peta berskala besar untuk keperluan penyelenggaraan pendaftaran tanah merupakan hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan bagian yang penting yang perlu mendapat perhatian yang serius dan seksama, bukan hanya dalam rangka pengumpulan data penguasaan tanah tetapi juga dalam penyajian data penguasaan/pemilikan tanah dan penyimpanan data tersebut, perkembangan teknologi pengukuran dan pemetaan, seperti cara penentuan titik melalui Global Positioning System (GPS) dan komputerisasi pengolahan, penyajian dan penyimpanan data, pelaksanaan pengukuran dan pemetaan dapat dipakai di dalam pendaftaran tanah. Untuk mempercepat pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang harus didaftar penggunaan teknologi modern, seperti Global Positioning System (GPS) dan komputerisasi pengolahan dan penyimpanan data perlu dimungkinkan yang pengaturannya diserahkan kepada Menteri.
Di samping pendaftara tanah secara sistematik pendaftaran tanah secara sporadik juga akan ditingkatkan pelaksanaannya, karena dalam kenyataannya bertambah banyak permintaan untuk mendaftar secara individual dan massal yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan, yang akan semakin meningkat kegiatannya. Pendaftaran tanah secara sistematik diutamakan karena melalui cara ini akan mempercepat perolehan data mengenai bidang-bidangg tanah yang akan didaftar dari pada melelui pendaftaran tanah secara sporadik. Tetapi karena prakarsanya datang dari Pemerintah, diperlukan waktu untuk memenuhi dana, tenaga dan peralatan yang diperlukan. Maka pelaksanaannya harus didasarkan pada suatu rencana kerja yang meliputi jangka waktu yang agak panjang dan rencana pelaksanaan tahunan yang berkelanjutan melalui uji kelayakan agar berjalan lancar.
Tujuan pendaftaran tanah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang-bidang tanah dipertegas dengan dimungkinkannya menurut Peraturan Pemerintah ini pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk tanah-tanah yang demikian belum dikeluarkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.
Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh PPAT. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini), dan bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu dia tidak mengajukan gugatan pada Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat persetujuannya (Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini).
Dengan demikian maka makna dari pernyataan, bahwa sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat dan bahwa tujuan pendaftaran tanah yang diselenggarakan adalah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, menjadi tampak dan dirasakan arti praktisnya, sungguhpun sistem publikasi yang digunakan adalah sistem negatif.
Ketentuan tersebut tidak mengurangi asas pemberian perlindungan yang seimbang baik kepada pihak yang mempunyai tanah dan dikuasai serta digunakan sebagaimana mestinya maupun kepada pihak yang memperoleh dan menguasainya dengan itikad baik dan dikuatkan dengan pendaftaran tanah yang bersangkutan atas namanya.
Sengketa-sengketa dalam menyelenggarakan pendaftaran tanah tetap pertama-tama diusahakan untuk diselesaikan melalui musyawarah antara pihak yang bersangkutan. Baru setelah usaha penyelesaian secara tidak membawa hasil, dipersilahkan yang bersangkutan menyelesaikan melalui Pengadilan.
Akta Pejabat Pembuat Tanah merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, maka pokok-pokok tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) serta cara melaksanakannya mendapat pengaturan juga dalam Peraturan Pemerintah ini.
Tidak adanya sanksi bagi pihak yang berkepentingan untuk mendaftarkan perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilakukan dan dibuktikan dengan akta PPAT, diatasi dengan diadakannya ketentuan, bahwa PPAT dalam waktu tertentu diwajibkan menyampaikan akta tanah yang dibuatnya beserta dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftarannya. Ketentuan ini diperlukan mengingat dalam praktek tidak selalu berkas yang bersangkutan sampai kepada Kantor Pertanahan.
Dari apa yang dikemukakan di atas jelaslah, bahwa Peraturan Pemerintah yang baru mengenai pendaftaran tanah ini di samping tetap melaksanakan pokok-pokok yang digariskan oleh UUPA, memuat penyempurnaan dan penegasan yang diharapkan akan mampu untuk menjadi landasan hukum dan operasional bagi pelaksanaan pendaftaran tanah yang lebih cepat.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Azas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. Sedangkan azas aman dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Azas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
Azas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya.
Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir.
Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari.
Azas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambunga, sehingga data yangg tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula azas terbuka.

Pasal 3
Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA.
Di samping itu dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu yang pelaksanaannya ditugaskan kepada pejabat lain, adalah kegiatan yang pemanfaatannya bersifat nasional atau melebihi wilayah kerja Kepala Kantor Pertanahan, misalnya pengukuran titik dasar teknik, pemetaan fotogrametri dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan tertentu adalah misalnya pembuatan akta PPAT oleh PPAT atau PPAT Sementara, pembuatan risalah lelang oleh Pejabat Lelang, ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik oleh Panitia Ajudikasi dan lain sebagainya.

Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak ada PPAT untuk melaksanakan perbuatan hukum mengenai tanah. Yang ditunjuk sebagai PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan, yaitu Kepala Desa.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Mengingat pendaftaran tanah secara sistematik pada umumnya bersifat massal dan besar-besaran, maka untuk melaksanakannya Kepala Kantor Pertanahan perlu dibantu oleh Panitia yang khusus dibentuk untuk itu, sehingga dengan demikian tugas rutin Kantor Pertanahan tidak terganggu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memungkinkan dimasukkannya Tetua Adat yang mengetahui benar riwayat/kepemilikan bidang-bidang tanah setempat dalam Panitia Ajudikasi, khususnya di daerah yang hukum adatnya masih kuat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pendaftaran tanah yang obyeknya bidang tanah yang berstatus tanah Negara dilakukan dengan mencatatnya dalam daftar tanah dan tidak diterbitkan sertifikat.

Pasal 10
Ayat (1)
Desa dan kelurahan adalah satuan wilayah pemerintahan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Ayat (2)
Areal hak guna usaha, hak pengelolaan dan tanah Negara umumnya meliputi beberapa desa/kelurahan. Demikian juga obyek hak tanggungan dapat meliputi beberapa bidang tanah yang terletak di beberapa desa/kelurahan.

Pasal 11
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Karena pendaftaran tanah secara sistematik dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah, maka kegiatan tersebut didasarkan pada suatu rencana kerja yang ditetapkan oleh Menteri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah pihak yang berhak atas bidang tanah yang bersangkutan atau kuasanya.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Di dalam wilayah yang ditetapkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik mungkin ada bidang tanah yang sudah terdaftar. Penyediaan peta dasar pendaftaran untuk pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik yang dimaksud pada ayat ini selain digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik, juga digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar di atas.
Ayat (2)
Dengan adanya peta dasar pendaftaran bidang tanah yang didaftar dalam pendaftaran tanah secara sporadik dapat diketahui letaknya dalam kaitan dengan bidang-bidang tanah lain dalam suatu wilayah, sehingga dapat dihindarkan terjadinya sertifikat ganda atas satu bidang tanah.

Pasal 16
Ayat (1)
Penyiapan peta dasar pendaftaran diperlukan agar setiap bidang tanah yang didaftar dijamin letaknya secara pasti, karena dapat direkonstruksi di lapangan setiap saat. Untuk maksud tersebut diperlukan titik-titik dasar teknik nasional.
Ayat (2)
Titik dasar teknik adalah titik tetap yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu pengukuran dan perhitungan dalam suatu sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol ataupun titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas.
Ayat (3)
Lihat penjelasan ayat (2)
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam kenyataannya banyak bidang tanah yang bentuknya kurang baik, dengan dilakukannya penataan batas dimaksudkan agar bentuk bidang-bidang tanah tersebut tertera dengan baik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Gambar situasi yang dimaksud Pasal ini adalah dokumen penunjuk obyek hak atas tanah menurut ketentuan yang berlaku sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, yaitu yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1965 tentang pedoman Pokok Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.
Ayat (2)
Yang dimaksud hak baru adalah hak atas tanah yang diberikan atas tanah Negara.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang-bidang tanah yang bersangkutan adalah misalnya tembok atau tanda-tanda lain yang menunjukkan batas penguasaan tanah oleh orang atau yang bersangkutan. Apabila ada tanda-tanda semacam itu maka persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang berbatasan tidak mutlak diperlukan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini berlaku juga, jika pemegang hak atas tanah yang bersangkutan atau mereka mempunyai tanah yang berbatasan, biarpun sudah disampaikan pemberitahuan sebelumnya, tidak hadir pada waktu diadakan pengukuran.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan gambar ukur adalah hasil pengukuran dan pemetaan di lapangan berupa peta batas bidang tanah atau bidang-bidang tanah secara kasar.
Catatan pada gambar ukur didasarkan pada berita acara pengukuran sementara.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Pemetaan bidang-bidang tanah bisa dilakukan langsung pada peta dasar pendaftaran, tetapi untuk bidang tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara membuat peta tersendiri dengan menggunakan data yang diambil dari peta dasar pendaftaran dan hasil ukuran batas bidang tanah yang akan dipetakan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan peta lain adalah misalnya peta dari instansi Pekerjaan Umum atau instansi Pajak, sepanjang peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk pembuatan peta pendaftaran.
Ayat (3)
Dalam keadaan terpaksa pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersamaan dengan pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan dan bidang-bidang sekelilingnya yang berbatasan, sehingga letak relatif bidang tanah itu dapat ditentukan.
Ayat (4)
Pengaturan oleh Menteri menurut ayat ini meliputi pula pengaturan mengenai licensed surveyor.

Pasal 21
Ayat (1)
Daftar tanah dimaksudkan sebagai sumber informasi yang lengkap mengenai nomor bidang, lokasi dan penunjukan ke nomor surat ukur bidang-bidang tanah yang ada di wilayah pendaftaran, baik sebagai hasil pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya kemudian.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam peraturan pendaftaran tanah yang lama surat ukur yang dimaksud ayat ini disebut gambar situasi.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 23
Huruf a
Penetapan Pejabat yang berwenang mengenai pemberian hak atas tanah Negara dapat dikeluarkan secara individual, kolektif ataupun secara umum.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan Akta Ikrar Wakaf adalah Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakilan Tanah Milik.
Ketentuan mengenai pembukuan wakaf ditinjau dari sudut obyeknya pembukuan tersebut merupakan pendaftaran untuk pertama kali meskipun bidang tanah yang bersangkutan sebelumnya sudah didaftar sebagai tanah hak milik.
Huruf d
Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak pemilikan individual atas suatu satuan rumah susun tertentu, yang meliputi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan hak bersama atas apa yang disebut bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, tempat bangunan rumah susun itu didirikan. Pembukuan hak milik atas rumah susun dilakukan berdasarkan Akta Pemisahan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang mana yang dimiliki dan berapa bagian proporsional pemiliknya atas benda-benda yang dihaki bersama tersebut.
Yang dimaksud dengan Akta Pemisahan adalah Akta Pemisahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.
Pembukuannya merupakan pendaftaran untuk pertama kali, biarpun hak atas tanah tempat bangunan gedung yang bersangkutan berdiri sudah didaftar.
Huruf e
Yang dimaksud dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Pasal 24
Ayat (1)
Bukti kepemilikan itu pada dasarnya terdiri dari bukti kepemilikan atas nama pemegang hak pada waktu berlakunya UUPA dan apabila hak tersebut kemudian beralih, bukti peralihan hak berturut-turut sampai ke tangan pemegang hak pada waktu dilakukan pembukuan hak.
Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan dapat berupa.
a.grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnatie (Staatsblad 1834-27), yang telah dibubuhui catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik; atau
b.grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (Staatsblad 1834-27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan; atau
c.surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau
d.sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959; atau
e.surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya; atau
f.akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau
g.akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau
h.akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977; atau
i.risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan; atau
j.surat penunjukan atau pembelian kavelingg tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau
k.petuk Pajak Bumi/landrente, girik, pipil, kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961; atau
l.surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau
m.lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat Panitia Ajudikasi dan pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Yang dimaksud dengan saksi adalah orang yang cakap memberi kesaksian dan mengetahui kepemilikan tersebut.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi jalan ke luar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.
Pembukuan hak menurut ayat ini harus memenuhi syarat sebagai beikut:
a.bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut;
b.bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat desa/kelurahan yang bersangkutan;
c.bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya;
d.bahwa telah diberikan kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana dimaksud Pasal 26;
e.bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas;
f.bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.

Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud pada dasarnya adalah data fisik dan data yuridis yang akan dijadikan dasar pendaftaran bidang tanah yang bersangkutan.
Untuk memudahkan pelaksanaannya, dalam pendaftaran tanah secara sistematik pengumuman tidak harus dilakukan sekaligus mengenai semua bidang tanah dalam wilayah yang telah ditetapkan, tetapi dapat dilaksanakan secara bertahap.
Pengumuman pendaftaran tanah secara sistematik selama 30 (tiga puluh) hari dan pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik 60 (enam puluh) hari dibedakan karena pendaftaran tanah secara sistematik merupakan pendaftaran secara massal yang diketahui oleh masyarakat umum sehingga pengumumannya lebih singkat, sedangkan pengumuman pendaftaran tanah secara sporadik sifatnya individual dengan ruang lingkup terbatas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan tempat pengumuman yang lain adalah misalnya Kantor Rukun Warga, atau lokasi tanah yang bersanggkutan. Untuk penentuan ini Menteri akan mengaturnya lebih lanjut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Belum lengkapnya data yang tersedia atau masih adanya keberatan yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), bukan merupakan alasan untuk menunda dilakukannya pembuatan berita acara hasil pengumuman data fisik dan data yuridis.
Ayat (3)
Pengesahan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan pengesahan data fisik dan data yuridis bidang tanah sebagaimana adanya. Oleh karena itu data tersebut tidak selalu cukup untuk dasar pembukuan hak. Kadang-kadang data yang diperoleh hanya tepat untuk pembukuan hak melalui pengakuan hak berdasarkan pembuktian menurut Pasal 24 ayat (2). Kadang-kadang dari penelitian riwayat tanah ternyata bahwa tanah tersebut adalah tanah Negara, yang apabila sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat diberikan kepada pemohon dengan sesuatu hak atas tanah.

Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Salah satu tujuan pendaftaran tanah adalah untuk mengumpulkan dan menyajikan informasi mengenai bidang-bidang tanah. Oleh karena itu data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang sudah dinilai cukup untuk dibukukan tetap dibukukan walaupun ada data yang masih harus dilengkapi atau ada keberatan dari pihak lain mengenai data itu.
Dengan demikian setiap data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah itu, termasuk adanya sengketa mengenai data itu, semuanya tercatat.
Huruf b
Ketidaklengkapan data yang dimaksud pada huruf b dapat mengenai data fisik, misalnya karena surat ukurnya masih didasarkan atas batas sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), dan dapat pula mengenai data yuridis, misalnya belum lengkapnya tanda tangan ahli waris.
Huruf c, d dan e
Sengketa yang dimaksud pada huruf c, d dan e juga dapat mengenai data fisik maupun data yuridis.
Dalam hal sengketa dimaksud sudah diajukan ke Pengadilan dan ada perintah untuk status quo atau ada putusan mengenai sita atas tanah itu, maka pencantuman nama pemegang hak dalam buku tanah ditangguhkan sampai jelas siapa yang berhak atas tanah tersebut, baik melalui putusan Pengadilan maupun berdasarkan cara damai.
Perintah status quo yang dimaksud di sini haruslah resmi dan tertulis dan sesudah sidang pemeriksaan mengenai gugatan yang bersangkutan berjalan diperkuat dengan putusan peletakan sita atas tanah yang bersangkutan.
Ayat (2)
Waktu 5 (lima) tahun dipandang cukup untuk menganggap bahwa data fisik maupun data yuridis yang kurang lengkap pembuktiannya itu sudah benar adanya.
Ayat (3)
Penyelesaian secara damai dapat terjadi di luar maupun di dalam Pengadilan.
Apabila dalam waktu yang ditentukan pihak yang keberatan atas data fisik maupun data yuridis yang akan dibukukan tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai hal yang disengketakan itu, keberatannya dianggap tidak beralasan dan catatan mengenai adanya keberatan itu dihapus.
Apabila dalam waktu yang ditentukan keberatan tersebut diajukan ke Pengadilan, catatan itu dihapus setelah ada penyelesaian secara damai atau putusan Pengadilan mengenai sengketa tersebut.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penerbitan sertifikat dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Oleh karena itu sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA. Sehubungan dengan itu apabila masih ada ketidakpastian mengenai hak atas tanah yang bersangkutan, yang ternyata dari masih adanya catatan dalam pembukuannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), pada prinsipnya sertifikat belum dapat diterbitkan, namun apabila catatan itu mengenai ketidakpastian data fisik yang tidak disengketakan, sertifikat dapat diterbitkan.
Data fisik yang dimaksud tidak lengkap adalah apabila data fisik bidang tanah yang bersangkutan merupakan hasil pemetaan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3).
Ayat (3)
Sertifikat tanah wakaf diserahkan kepada Nadzirnya.
Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertfikat diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain.
Ayat (4)
Dalam hal hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun kepunyaan seorang laki-laki yang beristri atau seorang perempuan yang bersuami, surat penunjukan tertulis dimaksud tidak diperlukan.
Ayat (5)
Dengan adanya ketenttuan ini tiap pemegang hak bersama memegang sertifikat yang menyebutkan besarnya bagian masing-masing dari hak bersama tersebut.
Dengan demikian masing-masing akan dengan mudah dapat melakukan perbuatan hukum mengenai bagian haknya yang bersangkutan tanpa perlu mengadakan perubahan pada surat tanda bukti hak para pemegang hak bersama yang bersangkutan, kecuali kalau secara tegas ada larangan untuk berbuat demikian jika tidak ada persetujuan para pemegang hak bersama yang lain.
Ayat (6)
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertifikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur tersebut.
Ayat (2)
Pendaftaran tanah yang penyelenggaraannya diperintahkan oleh UUPA tidak menggunakan sistem publikasi positif, yang kebenaran data yang disajikan dijamin oleh Negara, melainkan menggunakan sistem publikasi negatif. Di dalam sistem publikasi negatif Negara tidak menjamin kebenaran data yang disajikan. Tetapi walaupun demikian tidaklah dimaksudkan untuk menggunakan sistem publikasi negatif secara murni. Hal tersebut tampak dari pernyataan dalam Pasal 23, 32 dan 38 UUPA bahwa pendaftaran berbagai peristiwa hukum merupakan alat prosedur pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyajian data fisik dan data yuridis serta penerbitan sertifikat dalam Peraturan Pemerintah ini, tampak jelas usaha untuk sejauh mungkin memperoleh dan menyajikan data yang benar, karena pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum.
Sehubungan dengan itu diadakanlah ketentuan dalam ayat (2) ini.
Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada sisi lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan sertifikat sebagai tanda buktinya, yang menurut UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Kelemahan sistem publikasi negatif adalah, bahwa pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari pihak lain yang merasa mempunyai tanah itu. Umumnya kelemahan tersebut diatasi dengan menggunakan lembaga acquisitive verjaring atau adverse possession. Hukum tanah kita yang memakai dasar hukum adat tidak dapat menggunakan lembaga tersebut, karena hukum adat tidak mengenalnya. Tetapi dalam hukum adat terdapat lembaga yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah, yaitu lembaga rechtsverwerking.
Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena diterlantarkan (Pasal 27, 34 dan 40 UUPA) adalah sesuai dengan lembaga ini.
Dengan pengertian demikian, maka apa yang ditentukan dalam ayat ini bukanlah menciptakan ketentuan hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat, yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkret dalam penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai penelantaran tanah.

Pasal 33
Ayat (1)
Karena pada dasarnya terbuka bagi umum dokumen yang dimaksud ayat ini disebut daftar umum.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Sebelum melakukan perbuatan hukum mengenai bidang tanah tertentu para pihak yang berkepentingan perlu mengetahui data mengenai bidang tanah tersebut.
Sehubungan dengan sifat terbuka data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam peta pendaftaran, daftar tanah, buku tanah dan surat ukur, siapapun yang berkepentingan berhak untuk mengetahui keterangan yang diperlukan. Tidak digunakan hak tersebut menjadi tanggungjawab yang bersangkutan.
Ayat (2)
Daftar nama sebenarnya tidak memuat keterangan mengenai tanah, melainkan memuat keterangan mengenai orang perseorangan atau badan hukum dalam hubungan dengan tanah yang dimilikinya. Keterangan ini diperlukan oleh instansi-instansi Pemerintah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk mencegah hilangnya dokumen yang sangat penting untuk kepentingan masyarakat ini maka apabila ada instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya, pemeriksaan dokumen itu wajib dilakukan di Kantor Pertanahan. Pengecualian ketentuan ini adalah sebagaimana diatur dalam ayat (4).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Setelah diperlihatkan dan jika diperlukan dibuatkan petikan, salinan atau rekaman seperti dimaksud pada ayat (3), dokumen yang bersangkutan dibawa dan disimpan kembali di tempat yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Ayat (5)
Penyimpanan dengan menggunakan peralatan elektronik dan dalam bentuk film akan menghemat dan mempercepat akses pada data yang diperlukan. Tetapi penyelenggaraannya memerlukan persiapan peralatan dan tenaga serta dana yang besar. maka pelaksanaanya akan dilakukan secara bertahap.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 36
Ayat (1)
Perubahan data fisik terjadi kalau diadakan pemisahan, pemecahan, atau penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis terjadi misalnya kalau diadakan pembebanan atau pemindahan hak atas bidang tanah yang sudah didaftar.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 39
Ayat (1)
Dalam ayat ini diwujudkan fungsi dan tanggungjawab PPAT sebagai pelaksana pendaftaran tanah. Akta PPAT wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak yang bersangkutan. Oleh karena itu PPAT bertanggungjawab untuk memeriksa syarat-syarat perbuatan hukum yang bersangkutan, dengan antara lain mencocokkan daya yang terdapat dalam sertifikat dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan.
Yang dimaksudkan dalam huruf d dengan surat kuasa mutlak adalah pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa, sehingga pada hakikatnya merupakan perbuatan hukum pemindahan hak.
Contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf g adalah misalnya larangan yang diadakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak atas Tanah Dan Bangunan untuk membuat akta, jika kepadanya tidak diserahkan fotocopy surat setoran pajak penghasilan yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Selaku pelaksana pendaftaran tanah PPAT wajib segera menyampaikan akata yang dibuatnya kepada Kantor Pertanahan, agar dapat dilaksanakan proses pendaftarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan.
Ayat (2)
Kewajiban PPAT hanya sebatas menyampaikan akta dengan berkas-berkasnya kepada Kantor Pertanahan. Pendaftaran kegiatan selanjutnya serta penerimaan sertifikatnya menjadi urusan pihak yang berkepentingan sendiri.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk menghindarkan terjadinya pelanggaran umum yang tidak jelas obyeknya perlu diminta keterangan yang paling mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang dari Kantor Pertanahan.
Ayat (3)
Sesuai dengan fungsinya sebagai sumber informasi yang mutakhir mengenai tanah atau satuan rumah susun yang akan dilelang, keterangan ini sangat penting bagi Pejabat Lelang untuk memperoleh keyakinan tentang obyek lelang. Oleh karena itu surat keterangan tersebut harus tetap diterbitkan, walaupun tanah atau satuan rumah susun yang bersangkutan sedang dalam sengketa atau dalam status sitaan.
Ayat (4)
Lelang eksekusi meliputi lelang dalam rangka pelaksanaan putusan pengadilan, hak tanggungan, sita pajak, sita Kejaksaan/Penyidik dan sita Panitia Urusan Piutang Negara. Dalam pelelangan eksekusi kadang-kadang tereksekusi menolak untuk menyerahkan sertifikat asli hak yang akan dilelang. Hal ini tidak boleh menghalangi dilaksanakannya lelang. Oleh karena itu lelang eksekusi tetap dapat dilaksanakan walaupun sertifikat asli tanah tersebut tidak dapat diperoleh Pejabat lelang dari tereksekusi.
Ayat (5)
Dokumen ini akan dijadikan dasar pendaftaran peralihan haknya.

Pasal 42
Ayat (1)
Peralihan hak karena perwarisan terjadi karena hukum pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Dalam arti bahwa sejak itu para ahli waris menjadi pemegang haknya yang baru. Mengenai siapa yang menjadi ahli waris diatur dalam Hukum Perdata yang berlaku bagi pewaris.
Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan juga diwajibkan, dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir.
Surat tanda bukti sebagai ahli waris dapat berupa Akta Keterangan Hak Mewaris, atau Surat Penetapan Ahli Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris.
Ayat (2)
Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan karena pendaftaran peralihan hak ini baru dapat dilakukan setelah pendaftaran untuk pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Apabila dari akta pembagian waris yang dibuat sesuai ketentuan yang berlaku bagi ahli waris sudah ternyata suatu hak yang merupakan harta waris jatuh pada seorang penerima warisan tertenttu, pendaftaran peralihan haknya dapat langsung dilakukan tanpa alat bukti peralihan hak lain, misalnya akta PPAT.
Ayat (5)
Sesudah hak tersebut didaftar sebagai harta bersama, pendaftaran pembagian hak tersebut selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 51.

Pasal 43
Ayat (1)
Beralihnya hak dalam penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang tidak didahului dengan likuidasi terjadi karena hukum (Pasal 107 ayat (3) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 14 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian). Karena itu cukup dibuktikan dengan akta yang membuktikan terjadinya penggabungan atau peleburan tersebut. Ketentuan ini secara mutatis mutandis berlaku untuk penggabungan atau peleburan badan hukum lain.
Ayat (2)
Dalam rangka likuidasi dilakukan pemindahan hak, yang kalau mengenai tanah dibuktikan dengan akta PPAT.

Pasal 44
Ayat (1)
Dipandang dari sudut hak tanggungan, pendaftaran pemberian hak tanggungan merupakan pendaftaran pertama.
dipandang dari sudut hak yang dibebani, pencatatannya dalam buku tanah dan sertifikat tanah yang dibebani merupakan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Akta PPAT merupakan alat untuk membuktikan telah dilakukannya suatu perbuatan hukum. Oleh karena itu apabila perbuatan hukum itu batal atau dibatalkan, akta PPAT yang bersangkutan tidak berfungsi lagi sebagai perbuatan hukum tersebut. Dalam pada itu apabila suatu perbuatan hukum dibatalkan sendiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan sedangkan perbuatan hukum itu sudah didaftar di Kantor Pertanahan, maka pendaftaran tidak dapat dibatalkan. Perubahan data pendaftaran tanah menurut pembatalan perbuatan hukum itu harus didasarkan atas alat bukti lain, misalnya putusan pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Perpanjangan jangka waktu suatu hak tidak mengakibatkan hak tersebut harus atau terputus. Oleh karena itu untuk pendaftarannya tidak perlu dibuatkan buku tanah dan sertifikat baru.

Pasal 48
Ayat (1)
Pemecahan bidang tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan tidak boleh mengakibatkan tidak terlaksananya ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya ketentuan landreform (lihat ayat (4)).
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pemecahan bidang tanah tidak boleh merugikan kepentingan kreditor yang mempunyai hak tanggungan atas tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu hanya boleh dilakukan setelah diperoleh persetujuan tertulis dari kreditor atau pihak lain yang berwenang menyetujui penghapusan beban lain yang bersangkutan.
Beban yang bersangkutan tidak selalu harus dihapus.
Dalam hal hak tersebut dibebani hak tanggungan, hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani bidang-bidang hasil pemecahan itu.
Ayat (4)
Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan adalah Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

Pasal 49
Ayat (1)
Dalam hal pemisahan bidang tanah menurut ayat ini bidang tanah yang luas diambil sebagian yang menjadi satuan bidang baru. Dalam hal ini bidang tanah induknya masih ada dan tidak berubah identitasnya, kecuali mengenai luas dan batasnya. Istilah yang digunakan adalah pemisahan, untuk membedakannya dengan apa yang dilakukan menurut Pasal 48.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Pada saatnya suatu hak bersamaan, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain, perlu dibagi sehingga menjadi hak individu. Untuk itu kesepakatan antara pemegang hak bersama tersebut perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi pendaftarannya. Dalam pembagian tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama memperoleh bagian. Dalam pembagian harta warisan seringkali yang menjadi pemegang hak individu hanya sebagian dari keseluruhan penerima warisan, asalkan hal tersebut disepakati oleh seluruh penerima warisan sebagai pemegang hak bersama.

Pasal 52
Ayat (1)
Untuk mencatat hapusnya hak atas tanah yang dibatasi masa berlakunya tidak diperlukan penegasan dari Pejabat yang bersenang.
Dalam acara melepaskan hak, maka selain harus ada bukti bahwa yang melepaskan adalah pemegang haknya, juga perlu diteliti apakah pemegang hak tersebut berwenang untuk melepaskan hak yang bersangkutan.
Dalam hal hak yang dilepaskan dibebani hak tanggungan diperlukan persetujuan dari kreditor yang bersangkutan.
Demikian juga ia tidak berwenang untuk melepaskan haknya, jika tanah yang bersangkutan berada dalam sita oleh Pengadilan atau ada beban-beban lain.
Ayat (2)
Dalam hal-hal tertentu Kepala Kantor Pertanahan dapat mengumumkan hapusnya hak yang sertifikatnya tidak diserahkan kepadanya untuk mencegah dilakukannya perbuatan hukum mengenai tanah yang suddah tidak ada haknya tersebut.

Pasal 53
Hak tanggungan merupakan accessoir pada suatu piutang tertentu, karenanya menurut hukum mengikuti peralihan piutang yang bersangkutan. Maka untuk peralihannya tidak diperlukan perbuatan hukum tersendiri dan pendaftarannya cukup dilakukan bukti cessie, subrogasi ataupun pewarisan piutangnya yang dijamin.

Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kedua dokumen yang dimaksud ayat ini merupakan pernyataan tertulis dari pemegang hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.

Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan Pengadilan adalah baik badan-badan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara ataupun Peradilan Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Putusan Pengadilan mengenai hapusnya sesuatu hak harus dilaksanakan lebih dahulu oleh Pejabat yang berwenang, sebelum didaftar oleh kepala Kantor Pertanahan.

Pasal 56
Yang dimaksud pemegang hak yang diganti nama adalah pemegang hak yang sama tetapi namanya berganti. Penggantian nama pemegang hak dapat terjadi baik mengenai orang perseorangan maupun badan hukum.

Pasal 57
Ayat (1)
Untuk memperkecil kemungkinan pemalsuan, di waktu yang lampau terlah beberapa kali dilakukan penggantian blanko sertifikat, sehubungan dengan itu apabila dikehendaki oleh pemegang hak, sertifikatnya boleh diganti dengan sertifikat yang menggunakan blanko baru.
Diterbitkannya sertifikat pengganti dilakukan apabila dan sesudah semua ketentuan dalam Bab VI Peraturan Pemerintah ini dipenuhi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 59
Ayat (1)
Dalam hal hak atas tanah berdasarkan akta yang dibuat oleh PPAT sudah berpindah kepada pihak lain, tetapi sebelum peralihan tersebut didaftar sertifikatnya hilang, permintaan penggantian sertifikat hilang dilakukan oleh pemegang haknya yang baru dengan pernyataan dari PPAT bahwa pada waktu dibuat akta PPAT sertifikat tersebut masih ada.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Keberatan dianggap beralasan apabila misalnya, ada pihak yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut tidak hilang melainkan dipegang olehnya berdasarkan persetujuan pemegang hak dalam rangka seuatu perbuatan hukum tertenttu.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Di daerah-daerah tertenttu pengumuman yang dimaksud pada ayat (2) memerlukan biaya yang besar yang tidak sebanding dengan harga tanah yang bersangkutan.
Sehubungan dengan itu, Menteri dapat menentukan cara pengumuman lain yang lebih murah biayanya.

Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengumuman ini dimaksudkan agar masyarakat tidak melakukan perbuatan hukum mengenai tanah atau rumah susun yang bersangkutan berdasarkan sertifikat yang telah tidak berlaku.
Sertifikat yang lama dengan sendirinya tidak berlaku lagi, karena sesuai dengan ketentuan yang bersangkutan telah berpindah kepada pembeli lelang dengan telah dimenangkannya lelang serta telah dibayarkan harga pembelian lelang.

Pasal 61
Ayat (1)
Peraturan Pemerintah dimaksud adalah Peraturan Pemerintah pelaksanaan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 62
Ayat (1)
Ketentuan peralihan ini memungkinkan Peraturan Pemerintah ini segera dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66
Cukup jelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar