Laman

Kamis, 20 Oktober 2016

TENTANG PENDAFTARAN TANAH


Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan bumi, air, dan ruang angkasa beserta segala apa yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Secara konstitusional, UUD 1945 dalam pasal 33 ayat 3 telah memberikan landasan bahwa bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari ketentuan dasar ini, dapat kita ketahui bahwa kemakmuran rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang kemudian dicantumkan dalam UU No. 5 Tahun 1960 yang lazim disebut dengan UU Pokok Agraria (UUPA).
Setiap orang sudah barang tentu memerlukan tanah bukan hanya dalam kehidupan saja, bahkan untuk matipun masih juga memerlukan tanah.
         Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikannya.  
Tanah itu penting artinya bagi kehidupan manusia, disamping mempunyai nilai ekonomis, juga mempunyai hubungan religius antara manusia dengan tanah. Maka untuk mengatur penempatan tanah bagi masyarakat, Pemerintah mengadakan penertiban penguasaan, pemilikan dan jaminan kepastian hukum atas tanah, hal ini mengingat karena Indonesia berdasarkan negara hukum (rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).
Dalam pasal 4 ayat (1) UUPA ditentukan adanya macam-macam hak yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik secara sendiri-sendiri maupun badan hukum. Maka berdasarkan hak menguasai negara tersebut di dalam pasal 18 UUPA diatur bermacam-macam hak atas tanah.
Dengan diberikannya bermacam-macam hak atas tanah kepada orang-orang atau badan hukum yang berwenang untuk mengolah tanah tersebut sesuai dengan hak yang dipegangnya sepanjang tidak bertentangan dengan pembatasan yang berlaku, untuk itu maka para pemegang hak harus mendaftarkan tanahnya guna memperoleh kepastian hukum.
Adanya berbagai kepentingan terhadap sebidang tanah mengharuskan kita untuk mengetahui kejelasan hak atas tanah itu. Siapa pemiliknya, untuk apa dipergunakan, apakah pemiliknya memanfaatkan sebagaimana mestinya, apakah diterlantarkan, bagaimana statusnya. Kenyataan dilapangan menunjukan bahwa masyarakat pemegang hak atas tanah sering tidak mengetahui status tanah yang dikuasainya. Demikian pula dari pihak pemerintah yang sering salah menafsirkan dan menerapkan status tanah yang dipersengketakan. Kadangkala masyarakat awam jika ia telah menguasai sebidang tanah secara terus menerus dalam waktu yang lama, baik secara warisan, garapan, jual beli dan sebagainya, maka ia adalah benar-benar sebagai pemegang hak milik atas tanah itu.
Indikasi dari kenyataan ini bahwa belum seluruhnya tanah-tanah di Indonesia  terdaftar dalam kesadaran hukum masyarakat untuk mendaftarkannya belum tumbuh.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hak-hak atas tanah. Untuk itu pendaftaran tanah semakin penting di tanah air kita, setalah melihat perkembangan begitu banyak sengketa-sengketa tentang hak-hak yang dipunyai atas sebidang tanah.
Juka kita melihat keadaan sekarang, masih banyak bidang tanah yang belum bersertifikat yang berasal dari tanah-tanah adat yang belum di konversi, surat pelepasan hak yang dibuat oleh camat dan bentuk perubahan hukum lainnya yang tunduk kepada hukum adat. Kesemuanya itu masih dapat ditolerir berlakunya, sepanjang belum ditentukan secara tugas batas waktu pendaftaran bidang tanah tersebut dan sansksi yang diberikan untuk itu.
Salah satu tujuan pokok UUPA adalah meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat. Dasar-dasar ini dicantumkan dalam pasal 19, 23, 32, dan 38 UUPA. Pasal 19 UUPA mewajibkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Pasal 23, 32, dan 38 UUPA meletakan kewajaban untuk mendaftarkan tanah kapada para pemegang hak milik, hak guna bangunan dan hak guna usaha.
Dalam rangka mewujudkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, tentang pendafratan tanah, serta berbagai peraturan pelaksanaannya.
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak yang kuat bagi pemilik hak atas tanah dapat berbentuk perorangan, badan hukum, lemdaga atau instansi lainnya.
Pembuatan dan penerbitan sertifikat tanah merupakan salah satu  rangkaian kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur dan ditentukan dalam UUPA dan Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997, yang bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Disamping itu dengan dilaksanakan pendaftaran tanah secara tertib dan teratur akan merupakan salah satu perwujutan dari pada pelaksanaan catur tertib pertanahan yaitu :
a.             tertib hukum pertanahan
b.             tertib administrasi pertanahan
c.              tertib penggunaan tanah
d.             tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup      
Dalam UUPA yang merupakan dasar pokok pendaftaran tanah diatur dalam pasal 19 UUPA meliputi :
1.       Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan        pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah . 
2.       Pendaftaran tanah tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran ha-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti yang berlaku sebagai pembuktian  yang kuat.
3.  Pendaftaran tanah dilakukan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalulintas ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya menurut pertimbangan Mentri Negara. 
Program Kerja Badan Pertahanan Nasional yang bertujuan untuk meletakkan landasan hukum pertahanan bagi terciptanya suatu tata kehidupan dalam masyarakat dimana tanah disamping mempunyai fungsi sosial dapat pula memberikan nilai ekonomi, hal ini disebabbkan karena tanah telah mempunyai jaminan hukum bagi yang mempunyainya.
Jika suatu bidang tanah telah terdaftar maka oleh Kantor Pertanahan akan diterbitkan sertifikat hak atas tanah atas nama yang memilikinya. Pendaftaran hak atas tanah ini, dapat satu orang atau beberapa orang sekaligus dan dapat juga jika bersama – sama memilikinya untuk masing – masing yang tidak terpisah.
Dalam Pasal 1 butir 20 PP No. 24 tahun 1997 menyebutkan tentang sertifikat. Seperti kita ketehui sertifikat tanah adalah tanda bukti hak yang kuat bagi pemilik atau pemegang hak atas tanah di Indonesia. Pembuatan dan pengeluaran sertifikat tanah merupakan salah satu rangkaian kegiatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia diatur dalam UUPA dan PP No. 24 tahun 1997 yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah. Di samping itu dengan dilaksanakan pendaftaran tanah secara tertib dan teratur diharapkan adanya suatu administrasi dan inventarisasi pertahanan yang tertib dan teratur pula di Indonesia. Sehingga dengan demikian pendaftaran tanah yang tertib dan teratur akan merupakan salah satu perwujudan dari pada pelaksanaan Catur Tertib Pertanahan yang meliputi :
1.      Tertib Hukum Pertanahan
Sebagai dasar utama peraturan perundang-undangan dibidang Agraria adalah Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 atau lazim disebut dengan UUPA. Undang – undang ini dilengkapi dengan Peraturan Pelaksana. Dengan pesatnya pembangunan dewasa ini perlu peraturan-peraturan pelaksananya yang lebih ditingkatkan dan disempurnakan. Langkah kebijaksanaan yang mengarah kepada penataan kembali dan pengendalian terhadap tugas keagrariaan ini, selalu diimbangi dan diarahkan kepada kelengkapan dan penyempurnaan dibidang hukum pertanahan yang merupakan landasan guna terwujudnya tertib hukum pertanahan. Usaha-usaha dimaksud antara lain telah dikeluarkan :
1.       Penpres 36 Tahun 2005 yaitu mengatur mengenai pengadaan tanah bagi kepentingan instansi pemerintah.
2.       Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1998 yaitu mengatur tentang  Pengenaan Biaya Administrasi dalam rangka pemberian hak atas tanah.
3.       Keppres No. 92 Tahun 1993 yaitu, tentang tata cara penanaman modal, yang pelaksanaannya sering disebut Paket Deregulasi (Pakto, 23 Oktober 1993).
4.       Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 21 Tahun 1994 yaitu, tentang tata cara memperoleh izin lokasi dan hak atas tanah bagi perusahaan dalam rangka penanaman modal.
Disamping itu masih banyak lagi, seperti halnya peraturan mengenai pendaftaran tanah, peraturan pewakafan tanah, peraturan mengenai persertifikatan tanah secara massal yang dikenal dengan Prona.
1.      Tertib Administrasi Pertanahan
Guna memperlancar setiap urusan yang menyangkut tanah, sehingga dapat menunjang lancarnya pembangunan perlu peningkatan tertib administrasi pertanahan.
Dalam usaha meningkatkan tertib administrasi pertanahan perlu diusahakan pola kebijaksanaan yang menyeluruh, antara lain mengenai organisasi dan tata kerja personalia, sarana dan prasarana yang dapat menunjang tujuan yang dimaksud. Usaha-usaha tertib administrasi tanah meliputi :
1.       Untuk melancarkan tugas, telah diatur dalam keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2001 tentang organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional, dan kemudian dengan Kepres No. 15 tahun 2000 tentang adanya Kanwil Kantor Pertanahan Nasional Propinsi dan adanya Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
2.       Dalam bidang tata guna tanah telah diarahkan untuk tercapainya tertib pelaksanaan tugas tata guna tanah, meliputi tertib penyimpanan peta-peta tata guna tanah, yang dapat menunjang penyediaan dari perencanaan pembangunan baik yang dapat menunjang penyediaan, baik yang sifatnya regional. Peta-peta itu meliputi, peta administrasi, tata guna tanah dan peta penggunaan tanah.
3.       Bidang landreform perlu diusahakan meliputi : Usaha yang dapat mempercepat keseimbangan taraf penghidupan masyarakat terutama petani, dengan mengumpulkan dan penyusunan serta penyusunan kembali registrasi mengenai tanah kelebihan, tanah absentee dan tanah Negara, meliputi pula pengumpulan data mengenai bekas pemilik tanah kelebihan serta melengkapi dengan peta-peta objek landreform.  
4.       Bidang pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat terutama dalam hal pengurusan dan pensertifikatan tanah, sesuai dengan Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan Efisiensi dan Kualitas Pelayanan Masyarakat di Bidang Pertanahan. Program Pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah, khususnya di kabupaten Ciamis, kiranya pelaksanaannya belum dapat mencapai tujuannya, walaupun dalam hal pengurusan dan pensertifikatan tanah telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan baik melalui proyek maupun rutin dilaksanakan seperti yang dimaksud oleh pasal 19 UUPA. Hal ini dapat kita lihat dari data yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Ciamis perbandingan luas bidang tanah yang terdaftar sebanyak 38.991 bidang atau 166.497.445 M2 atau 0,037% dari luas wilayah Kabupaten Ciamis. Hal ini diduga disebabkan oleh :
a.       Tingginya biaya perolehan hak atas tanah (BPHTB)
b.       Bukti perolehan/penguasaan tanah yang tidak jelas
c.        Jumlah tenaga pelaksana yang masih sangat terbatas
d.       Fasilitas yang belum memadai
e.       Biaya yang masih sangat terbatas
f.         Kurangnya penerangan yang diberikan kepada masyarakat
1.      Tertib Penggunaan Tanah
Tertib penggunaan Tanah harus sejalan dengan semangat  dan jiwa pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi : “ bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dikuasai dalam hal ini menyatakan bahwa negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk mengatur. Sedangkan negara dalam hal ini merupakan organisasi kekuasaan Bangsa Indonesia. Jadi dalam negara berkewenangan untuk melakukan berbagai persediaan yang berhubungan dengan tanah. Pemerintah sebagi wakil negara dapat mengatur peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan luar angkasa.
1.      Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup
Sehubungan lajunya pembangunan disegala bidang yang memerlukan tanah, sehingga kurang menjaga lingkungan hidup, maka untuk menghindari hal tersebut perlu kelestarian lingkungan sebagai mana yang telah diatur dalam pasal 15 UUPA yang berbunyi sebagai berrikut : “ memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak ekonomi yang lemah”.
Memelihara kesuburannya bukan hanya si pemilik atau pemegang hak yang bersangkutan yang wajib memelihara tanah, menjaga kelestarian, kesuburan dan dari kerusakan dengan tidak mengabaikan kepentingan ekonomi lemah. Ekonomi lemah dalam hal ini adalah tidak memberatkan pembiayaan dalam menjaga kelestarian tanah tersebut.
  Dengan berlakunya UUPA, dimulailah unifikasi hak-hak atas tanah di Indonesia dengan menghapuskan hak-hak atas tanah yang berasal dari hukum barat maupun hukum adat dan memasukkannya kedalam salah satu hak yang telah diatur dalam UUPA. Dengan demikian, sejak UUPA diundangkan tidak dimungkinkan lagi timbulnya hak-hak atas tanah berdasarkan hukum barat maupun hukum adat.
  Hak-hak atas tanah menurut UUPA dirumuskan dalam pasal 16 ayat (1)  yang terdiri dari :
1.      Hak milik
2.      Hak Guna Usaha
3.      Hak Guna Bangunan
4.      Hak Pakai
5.      Hak Sewa
6.      Hak Membuka Tanah
7.      Hak Memungut Hasil Hutan
8.      Hak-hak Lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang sebagaimana tersebut dalam pasal 53.
Pasal 53 ayat (1) UUPA dirumuskan :
         “Hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf h ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya didalam waktu yang singkat”. Selanjutnya pasal 19 UUPA merumuskan :
1.      Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2.      Kegiatan pendaftaran tanah meliputi :
a.       Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b.       Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c.        Pemberian surat-surat tanda bukti hak sebagai alat pembuktian yang kuat
Dalam rangka pendaftaran tanah, Pemerintah menentukan  pejabat yang secara khusus diberikan kewenangan membuat akta transaksi tanah, yang menjadi syarat untuk dapat didaftarkannya transaksi tanah tersebut kepada pemerintah selaku pihak yang melaksanakan pendaftaran pertama (recording of title) dan pendaftaran lanjutan (continous recording). Hal ini secara tegas dinyatakan dalam pasal 37 PP No. 24 tahun 1997 yang dirumuskan :
            “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Perkembangan Pendaftaran Tanah Yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997

Dalam rangka meningkatkan dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional dengan memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan, dipandang perlu untuk mengadakan penyempurnaan pada ketentuan yang mengatur pendaftaran tanah, yakni  dari PP. 10 tahun 1961 yang kemudian disempurnakan sebagaimana lengkapnya terdapat dalam PP 24 tahun 1997.
Produk akhir dari  kegiatan pendaftaran tanah adalah berupa sertifikat hak tanah.  Dalam pasal 1 butir 20 PP 24 tahun 1997 menyebutkan, sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. 
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Dan pendaftaran secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek  pendaftaran  tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Susunan Panitia Ajudikasi tersebut adalah  terdiri  dari :
a.       seorang Ketua panitia, merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional.
b.       Beberapa orang anggota yang terdiri dari :
1). Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah.
2). Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah.
3). kepala  Kesa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang Pamong Desa /Kelurahan yang ditunjuknya.
Selama ini masih ada kesan bahwa untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah itu sulit, dan memakan waktu yang lama dan biaya sangat mahal. Secara objektif diakui tata cara memperoleh sertifikat hak atas tanah  terikat dengan aturan birokrasi, dan dirasakan cukup berbelit-belit oleh orang awam. Keadaan yang demikian ini menimbulkan rasa enggan untuk mengurus sertifikat hak atas tanah, bila tidak benar-benar mendesak dibutuhkan. Demikian juga sering dirasakan bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan, tenaga dan waktu yang dibutuhkan  untuk mengurus sertifikat hak atas tanah itu, kadang kala tidak sebanding dengan manfaat langsung dari sertifikat hak atas tanah tersebut baginya.
Dengan telah diketahui  tentang berbagai hal yang terdapat dalam pendaftaran tanah adalah sangat kompleks, sehingga untuk pemecahannya diperlukan upaya yang lebih terpadu, yang bertujuan bukan hanya untuk sekedar memperingan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemegang hak atas tanah. Upaya dimaksud hendaknya sekaligus melibatkan kerjasama yang baik antara pemerintah bersama dengan rakyat, khususnya pemegang hak atas tanah.
Oleh pemerintah telah diambil  suatu upaya yang terpadu dalam melaksanakan pendaftaran tanah yaitu dengan menyelenggarakan Proyek Operasi Nasional Agraria yang disingkat dengan PRONA. Prona adalah merupakan suatu upaya pemerintah dengan suatu subsidi untuk melakukan pendaftaran tanah secara  sporadik baik individual atau massal. Untuk pelaksanaan proyek ini maka seluruh aparat tingkat pusat dan daerah dilibatkan. Juga kepala kecamatan, kepala desa, tokoh masyarakat dan agama setempat dilibatkan juga untuk mensuskseskan proyek ini.
Dengan pelaksanaan Prona, pemerintah memberikan rangsangan kepada para pemegang hak atas tanah agar mau mensertifikatkan tanahnya dan dengan demikian juga telah  membantu menyelesaikan dengan baik adanya sengketatanah yang sifatnya strategis dengan jalan memberikan berbagai fasilitas atau kemudahan kepada para pemegang hak atas tanah.
Bentuk fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah kepada para pemegang hak atas tanah itu adalah keringanan dalam pembiayaan dan percepatan proses penyelesaian sertifikat hak atas tanahnya, namun demikian hal ini buksn berarti bahwa dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997.
Adanya Prona bukan dimaksudkan untuk menggantikan tata cara perolehan sertifikat hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997. Prona hanya bersifat temporer saja, apabila masyarakat nantinya telah tinggi kesadaran hukumnya, diharapkan mereka tanpa adanya Prona pun akan berinisiatif untuk mensertifikatkan  tanahnya. Dengan perkataan lain, pensertifikatan tanah melalui rutin yakni pensertifikatan yang dilakukan berdasarkan adanya atau datangnya  permohonan secara perorangan  dari pemegang hak atas tanah itu sendiri.
Dengan keluarnya Keputusan Menteri dalam Negeri No. 189 tahun 1981, Prona mulai dilaksanakan.  Tiap-tiap Warga Negara baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya, hal ini tersurat dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA.
Demikian juga halnya dengan PRONA bahwa setiap WNI pemilik dan pemegang hak atas tanah punya hak untuk menjadi peserta PRONA. Pensertifikatan secara massal dalam rangka PRONA tidaklah mungkin dilaksanakan sekaligus serentak untuk semua pemegang hak atas tanah. Prona hanya mungkin dilaksanakan dengan mengingat realita kemampuan pemerintah, baik kemampuan pembiayaan, tenaga, peralatan dan sarana lainnya. Berdasarkan pertimbangan yang demikian maka dalam menentukan peserta Prona, secara tehnis diadakan penggolongan. Maksud dari penggolongan ini demi adanya keadilan pemerataan terhadap sesama warga negara pemilik atau pemegang hak atas tanah, dalam rangka mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang bersangkutan.
Sejalan dengan jiwa dan semangat UUPA, maka penggolongan peserta Prona dapat dilihat dalam ketentuan undangh-undag itu sendiri yang menyatakan antara lain “Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah”
Isi  pasal sebagaimana dikemukakan di atas, mengandung asas perlindungan terhadap masyarakat golongan ekonomi lemah yang dilakukan oleh golongan ekonomi kuat, maksudnya untuk mencegah penguasaan atas penghidupan orang lain yang melampaui batas. Berpijak pada ketentuan itu maka peraturan pelaksana UUPA pun memperhatikan kebutuhan masyarakat yang berbeda,  misalnya dalam perolehan sertifkat hak atas tanah.
Penggolongan teknis peserta Prona itu adalah bahwa yang dapat diikutsertakan dalam Prona hanya terbatas pada tiga golongan yaitu :
1.       Golongan ekonomi lemah.
2.       Golongan mampu.
3.       Badan Hukum Keagamaan, Badan Hukum Sosial dan Lembaga Pendidikan.
Tata cara memperoleh sertifikat hak atas tanah, baik menurut cara biasa maupun dengan cara Prona, bersumber pada Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 beserta peraturan pelaksananya. Bila seseorang hendak mendapatkan sertifikat hak atas tanah, maka harus melalui tahap-tahap dan persyaratan-persyaratan sebagaimana diuraikan di bawah ini :
I.     Untuk keperluan Pendaftaran hak :
    a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
1). Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan.
2).  Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.
   b. Hak Pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak   pengelolaan oleh pejabat yang berwenang.
   c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.
   d. Hak Milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.
   e. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.
II.   Pembuktian Hak Lama.
Untuk keperluan pendaftaran hak,  hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat buktimengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya leh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
 Alat-alat bukti tertulis yang dimaksudkan berupa :
a.       grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonantie (Stb. 1834/27), yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau
b.       grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonantie (Stb. 1834/27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 di daerah yang bersangkutan atau,
c.        Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan atau,
d.       Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1959 atau,
e.       Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut di dalamnya atau,
f.         Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh kepala adat / kepala desa / kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP No. 24 tahun 1997 atau,
g.       Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan atau,
h.       Akta ikrar wakaf / surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksnakan PP No. 28 tahun 1977 atau,
i.         Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya belum dibukukan atau,
j.         Surat penunjukan atau pembelian kavling tanah pengganti tanah yang diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah, atau
k.       Petuk pajak bumi / Landrente, girik, pipil, ketitir dan verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10 tahun 1961. atau
l.         Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan atau
m.     Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II, pasal VI, pasal VII ketentuan-ketentuan konversi UUPA.
Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu  dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah-tanah secara sistematik atau ke[pala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Selanjutnya dalam PP 24 tahun 1997 disebutkan dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana  disebutkan di atas, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun  atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya dengan syarat :
a.       penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b.       penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman  (diberikannya kesempatan untuk mengajukan keberatan)  dan ternyata   tidak  dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Ketentuan yang demikian ini memberikan jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana disebutkan di atas, baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya.
Pembukuan yang dimaksudkan dalam hal ini harus memenuhi syarat sebagaimana ditentukan antara lain :
a.       bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan secara nyata dan dengan itikad baik selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut.
b.       bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan.
c.        bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang dapat dipercaya.
d.       bahwa telah diberikan kesempatan kepada piha lain  untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman.
e.       bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran hal-hal yang disebutkan di atas.
f.         bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang bersangkutan oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik
Dan kemudian selanjutnya ditentukan bahwa dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana disebutkan di atas dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Setelah dilakukannya penilaian sebagaimana disebutkan di atas, kemudian dibuatkan dalam suatu daftar, dan kemudian diumumkan  selama 30 hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan. Pengumuman dimaksud dilakukan di kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa / Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik serta ditempat lain yang dianggap perlu.
Jika dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana disebutkan di atas, ada yang mengajukan keberatan tentang data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan ketua panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika musyawarah untuk mufakat membawa hasil dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksud mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan, maka dengan adanya perubahan dimaksud diadakan pada peta bidang tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan.
Jika penyelesaian secara msyawarah untuk mufakat tidak dapat dilakukan atau tidak membawa hasil ketua panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan tentang data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan ke pengadilan.
Setelah jangka pengumuman telah berakhir data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh kepala kantor pertanahan dalam pendaftara tanah secara sporadik disahkan dengan suatu berita acara yang entuknya ditetapkan oleh menteri. Dan selanjutnya jika masih ada kekurang lengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan pengesahannya dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.
Setelah semua kegiatan sebagaimana disebutkan diatas selesai dilakukan, maka selanjutnya diadakan pembukuan hak berdasarkan alat bukti dan berita acara pengesahan sebagaimana disebutkan di atas dengan ketentuan sebagai berikut :
a.  yang data fisik dan yang data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang disengketakan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah.
b. yang data fisik atau data yuridisnya belum lengkap dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap.
c.  yang data fisik dan atau data yuridisnya disengkatakan akan tetapi tidak diajukan gugatan ke pengadilan dilakukan pembukuannnya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut dan kepada pihak yang berkeberatan diberitahukan oleh ketua panitia ajudikasi untuk pendaftaran tanah secara sistematik atau kepala kantor pertanahan untuk pendaftaran tanah secara sporadik untuk mengajukan gugatan   ke pengadilan mengenai data yang disengketakan dalam waktu 60 hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 90 hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut.
d.  yang data fisik  dan atau data yuridisnya disengkatan dan diajukan gugatan ke pengadilan tetapi tidak ada perintah dari pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari pengadilan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan.
e.  yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari pengadilan dibukukan dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat di dalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut.
Dari uraian kegiatan yang diawali dengan pengukuran dan pemetaan, pembuatan peta dasar pendaftaran, penetapan batas bidang-bidang tanah, dan kemudian pengukuran dan pemetaan bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, pembuatan surat ukur, kemudian pembukuan hak, selanjutnya diakhiri dengan pembuatan sertifikat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar