Bumi, air, ruang angkasa, dan segala kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,
dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan bumi, air, dan ruang angkasa
beserta segala apa yang terkandung di dalamnya adalah ditujukan untuk mencapai
sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Secara konstitusional, UUD 1945 dalam pasal 33 ayat 3
telah memberikan landasan bahwa bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Dari ketentuan dasar ini, dapat kita ketahui bahwa
kemakmuran rakyatlah yang menjadi tujuan utama dalam pemanfaatan fungsi bumi,
air dan ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang
kemudian dicantumkan dalam UU No. 5 Tahun 1960 yang lazim disebut dengan UU
Pokok Agraria (UUPA).
Setiap orang sudah barang tentu memerlukan tanah bukan
hanya dalam kehidupan saja, bahkan untuk matipun masih juga memerlukan tanah.
Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan tujuan untuk
memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah
membuktikannya.
Tanah
itu penting artinya bagi kehidupan manusia, disamping mempunyai nilai ekonomis,
juga mempunyai hubungan religius antara manusia dengan tanah. Maka untuk
mengatur penempatan tanah bagi masyarakat, Pemerintah mengadakan penertiban
penguasaan, pemilikan dan jaminan kepastian hukum atas tanah, hal ini mengingat
karena Indonesia berdasarkan negara hukum (rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).
Dalam pasal 4 ayat (1) UUPA ditentukan adanya macam-macam
hak yang diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik secara
sendiri-sendiri maupun badan hukum. Maka berdasarkan hak menguasai negara
tersebut di dalam pasal 18 UUPA diatur bermacam-macam hak atas tanah.
Dengan diberikannya bermacam-macam hak atas tanah kepada
orang-orang atau badan hukum yang berwenang untuk mengolah tanah tersebut
sesuai dengan hak yang dipegangnya sepanjang tidak bertentangan dengan
pembatasan yang berlaku, untuk itu maka para pemegang hak harus mendaftarkan
tanahnya guna memperoleh kepastian hukum.
Adanya berbagai kepentingan terhadap sebidang tanah
mengharuskan kita untuk mengetahui kejelasan hak atas tanah itu. Siapa
pemiliknya, untuk apa dipergunakan, apakah pemiliknya memanfaatkan sebagaimana
mestinya, apakah diterlantarkan, bagaimana statusnya. Kenyataan dilapangan
menunjukan bahwa masyarakat pemegang hak atas tanah sering tidak mengetahui
status tanah yang dikuasainya. Demikian pula dari pihak pemerintah yang sering
salah menafsirkan dan menerapkan status tanah yang dipersengketakan. Kadangkala
masyarakat awam jika ia telah menguasai sebidang tanah secara terus menerus
dalam waktu yang lama, baik secara warisan, garapan, jual beli dan sebagainya,
maka ia adalah benar-benar sebagai pemegang hak milik atas tanah itu.
Indikasi dari kenyataan ini bahwa belum seluruhnya
tanah-tanah di Indonesia terdaftar dalam kesadaran hukum masyarakat untuk
mendaftarkannya belum tumbuh.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah bertujuan untuk
memberikan kepastian hak-hak atas tanah. Untuk itu pendaftaran tanah semakin
penting di tanah air kita, setalah melihat perkembangan begitu banyak
sengketa-sengketa tentang hak-hak yang dipunyai atas sebidang tanah.
Juka kita melihat keadaan sekarang, masih banyak bidang
tanah yang belum bersertifikat yang berasal dari tanah-tanah adat yang belum di
konversi, surat pelepasan hak yang dibuat oleh camat dan bentuk perubahan hukum
lainnya yang tunduk kepada hukum adat. Kesemuanya itu masih dapat ditolerir
berlakunya, sepanjang belum ditentukan secara tugas batas waktu pendaftaran
bidang tanah tersebut dan sansksi yang diberikan untuk itu.
Salah satu tujuan pokok UUPA adalah meletakan dasar-dasar
untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh
rakyat. Dasar-dasar ini dicantumkan dalam pasal 19, 23, 32, dan 38 UUPA. Pasal
19 UUPA mewajibkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah
di seluruh Indonesia. Pasal 23, 32, dan 38 UUPA meletakan kewajaban untuk
mendaftarkan tanah kapada para pemegang hak milik, hak guna bangunan dan hak
guna usaha.
Dalam rangka mewujudkan ketentuan-ketentuan tersebut
diatas, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997,
tentang pendafratan tanah, serta berbagai peraturan pelaksanaannya.
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti hak yang
kuat bagi pemilik hak atas tanah dapat berbentuk perorangan, badan hukum,
lemdaga atau instansi lainnya.
Pembuatan dan penerbitan sertifikat tanah merupakan salah
satu rangkaian
kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur dan
ditentukan dalam UUPA dan Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997, yang
bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah.
Disamping itu dengan dilaksanakan pendaftaran tanah secara tertib dan teratur
akan merupakan salah satu perwujutan dari pada pelaksanaan catur tertib
pertanahan yaitu :
a. tertib hukum pertanahan
b. tertib administrasi pertanahan
c. tertib penggunaan tanah
d. tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup
Dalam UUPA yang merupakan dasar pokok pendaftaran tanah
diatur dalam pasal 19 UUPA meliputi :
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah .
2. Pendaftaran tanah tersebut dalam ayat 1 pasal ini
meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran ha-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti yang berlaku sebagai
pembuktian yang kuat.
3. Pendaftaran tanah dilakukan dengan mengingat keadaan
negara dan masyarakat, keperluan lalulintas ekonomi serta kemungkinan
penyelenggaraannya menurut pertimbangan Mentri Negara.
Program Kerja Badan Pertahanan Nasional yang bertujuan
untuk meletakkan landasan hukum pertahanan bagi terciptanya suatu tata
kehidupan dalam masyarakat dimana tanah disamping mempunyai fungsi sosial dapat
pula memberikan nilai ekonomi, hal ini disebabbkan karena tanah telah mempunyai
jaminan hukum bagi yang mempunyainya.
Jika suatu bidang tanah telah terdaftar maka oleh Kantor
Pertanahan akan diterbitkan sertifikat hak atas tanah atas nama yang
memilikinya. Pendaftaran hak atas tanah ini, dapat satu orang atau beberapa
orang sekaligus dan dapat juga jika bersama – sama memilikinya untuk masing –
masing yang tidak terpisah.
Dalam Pasal 1 butir 20 PP No. 24 tahun 1997 menyebutkan tentang
sertifikat. Seperti kita ketehui sertifikat tanah adalah tanda bukti hak yang
kuat bagi pemilik atau pemegang hak atas tanah di Indonesia. Pembuatan dan
pengeluaran sertifikat tanah merupakan salah satu rangkaian kegiatan
pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia diatur dalam UUPA dan PP No. 24
tahun 1997 yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak atas
tanah. Di samping itu dengan dilaksanakan pendaftaran tanah secara tertib dan
teratur diharapkan adanya suatu administrasi dan inventarisasi pertahanan yang
tertib dan teratur pula di Indonesia. Sehingga dengan demikian pendaftaran
tanah yang tertib dan teratur akan merupakan salah satu perwujudan dari pada
pelaksanaan Catur Tertib Pertanahan yang meliputi :
1.
Tertib Hukum Pertanahan
Sebagai
dasar utama peraturan perundang-undangan dibidang Agraria adalah Undang-undang
Nomor 5 tahun 1960 atau lazim disebut dengan UUPA. Undang – undang ini
dilengkapi dengan Peraturan Pelaksana. Dengan pesatnya pembangunan dewasa ini
perlu peraturan-peraturan pelaksananya yang lebih ditingkatkan dan
disempurnakan. Langkah kebijaksanaan yang mengarah kepada penataan kembali dan
pengendalian terhadap tugas keagrariaan ini, selalu diimbangi dan diarahkan
kepada kelengkapan dan penyempurnaan dibidang hukum pertanahan yang merupakan
landasan guna terwujudnya tertib hukum pertanahan. Usaha-usaha dimaksud antara
lain telah dikeluarkan :
1. Penpres 36 Tahun 2005 yaitu mengatur mengenai pengadaan
tanah bagi kepentingan instansi pemerintah.
2. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun
1998 yaitu mengatur tentang Pengenaan Biaya Administrasi dalam rangka pemberian hak
atas tanah.
3. Keppres No. 92 Tahun 1993 yaitu, tentang tata cara
penanaman modal, yang pelaksanaannya sering disebut Paket Deregulasi (Pakto, 23
Oktober 1993).
4. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 21 Tahun
1994 yaitu, tentang tata cara memperoleh izin lokasi dan hak atas tanah bagi
perusahaan dalam rangka penanaman modal.
Disamping
itu masih banyak lagi, seperti halnya peraturan mengenai pendaftaran tanah,
peraturan pewakafan tanah, peraturan mengenai persertifikatan tanah secara
massal yang dikenal dengan Prona.
1.
Tertib Administrasi Pertanahan
Guna
memperlancar setiap urusan yang menyangkut tanah, sehingga dapat menunjang
lancarnya pembangunan perlu peningkatan tertib administrasi pertanahan.
Dalam
usaha meningkatkan tertib administrasi pertanahan perlu diusahakan pola
kebijaksanaan yang menyeluruh, antara lain mengenai organisasi dan tata kerja
personalia, sarana dan prasarana yang dapat menunjang tujuan yang dimaksud.
Usaha-usaha tertib administrasi tanah meliputi :
1. Untuk melancarkan tugas, telah diatur dalam keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 2001 tentang organisasi dan Tata
Kerja Badan Pertanahan Nasional, dan kemudian dengan Kepres No. 15 tahun 2000
tentang adanya Kanwil Kantor Pertanahan Nasional Propinsi dan adanya Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
2. Dalam bidang tata guna tanah telah diarahkan untuk
tercapainya tertib pelaksanaan tugas tata guna tanah, meliputi tertib
penyimpanan peta-peta tata guna tanah, yang dapat menunjang penyediaan dari
perencanaan pembangunan baik yang dapat menunjang penyediaan, baik yang
sifatnya regional. Peta-peta itu meliputi, peta administrasi, tata guna tanah
dan peta penggunaan tanah.
3. Bidang landreform perlu
diusahakan meliputi : Usaha yang dapat mempercepat keseimbangan taraf
penghidupan masyarakat terutama petani, dengan mengumpulkan dan penyusunan
serta penyusunan kembali registrasi mengenai tanah kelebihan, tanah absentee dan tanah Negara, meliputi pula pengumpulan data mengenai
bekas pemilik tanah kelebihan serta melengkapi dengan peta-peta objek landreform.
4. Bidang pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka
meningkatkan pelayanan masyarakat terutama dalam hal pengurusan dan
pensertifikatan tanah, sesuai dengan Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan Efisiensi dan
Kualitas Pelayanan Masyarakat di Bidang Pertanahan. Program Pemerintah untuk mengadakan
pendaftaran tanah, khususnya di kabupaten Ciamis, kiranya pelaksanaannya belum
dapat mencapai tujuannya, walaupun dalam hal pengurusan dan pensertifikatan
tanah telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan baik melalui proyek maupun rutin
dilaksanakan seperti yang dimaksud oleh pasal 19 UUPA. Hal ini dapat kita lihat
dari data yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Ciamis
perbandingan luas bidang tanah yang terdaftar sebanyak 38.991 bidang atau
166.497.445 M2 atau
0,037% dari luas wilayah Kabupaten Ciamis. Hal ini diduga disebabkan oleh :
a. Tingginya biaya perolehan hak atas tanah (BPHTB)
b. Bukti perolehan/penguasaan tanah yang tidak jelas
c. Jumlah tenaga pelaksana yang masih sangat terbatas
d. Fasilitas yang belum memadai
e. Biaya yang masih sangat terbatas
f. Kurangnya penerangan yang diberikan kepada masyarakat
1.
Tertib Penggunaan Tanah
Tertib
penggunaan Tanah harus sejalan dengan semangat dan jiwa
pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi : “ bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dikuasai
dalam hal ini menyatakan bahwa negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk
mengatur. Sedangkan negara dalam hal ini merupakan organisasi kekuasaan Bangsa
Indonesia. Jadi dalam negara berkewenangan untuk melakukan berbagai persediaan
yang berhubungan dengan tanah. Pemerintah sebagi wakil negara dapat mengatur
peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan luar angkasa.
1.
Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup
Sehubungan
lajunya pembangunan disegala bidang yang memerlukan tanah, sehingga kurang
menjaga lingkungan hidup, maka untuk menghindari hal tersebut perlu kelestarian
lingkungan sebagai mana yang telah diatur dalam pasal 15 UUPA yang berbunyi
sebagai berrikut : “ memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta
mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi
yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak
ekonomi yang lemah”.
Memelihara
kesuburannya bukan hanya si pemilik atau pemegang hak yang bersangkutan yang
wajib memelihara tanah, menjaga kelestarian, kesuburan dan dari kerusakan
dengan tidak mengabaikan kepentingan ekonomi lemah. Ekonomi lemah dalam hal ini
adalah tidak memberatkan pembiayaan dalam menjaga kelestarian tanah tersebut.
Dengan
berlakunya UUPA, dimulailah unifikasi hak-hak atas tanah di Indonesia dengan menghapuskan
hak-hak atas tanah yang berasal dari hukum barat maupun hukum adat dan
memasukkannya kedalam salah satu hak yang telah diatur dalam UUPA. Dengan
demikian, sejak UUPA diundangkan tidak dimungkinkan lagi timbulnya hak-hak atas
tanah berdasarkan hukum barat maupun hukum adat.
Hak-hak
atas tanah menurut UUPA dirumuskan dalam pasal 16 ayat (1) yang
terdiri dari :
1.
Hak milik
2.
Hak Guna
Usaha
3.
Hak Guna
Bangunan
4.
Hak Pakai
5.
Hak Sewa
6.
Hak
Membuka Tanah
7.
Hak
Memungut Hasil Hutan
8.
Hak-hak
Lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan
dengan Undang-undang sebagaimana tersebut dalam pasal 53.
Pasal 53
ayat (1) UUPA dirumuskan :
“Hak yang
sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf h ialah
hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian
diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-undang
ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya didalam waktu yang singkat”.
Selanjutnya pasal 19 UUPA merumuskan :
1.
Untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh
Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
2.
Kegiatan
pendaftaran tanah meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak
tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak sebagai alat
pembuktian yang kuat
Dalam rangka pendaftaran tanah, Pemerintah menentukan pejabat
yang secara khusus diberikan kewenangan membuat akta transaksi tanah, yang
menjadi syarat untuk dapat didaftarkannya transaksi tanah tersebut kepada
pemerintah selaku pihak yang melaksanakan pendaftaran pertama (recording of title) dan pendaftaran lanjutan (continous recording). Hal ini secara tegas dinyatakan dalam pasal 37 PP No.
24 tahun 1997 yang dirumuskan :
“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang
hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Perkembangan
Pendaftaran Tanah Yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997
Dalam rangka meningkatkan
dukungan yang lebih baik pada pembangunan nasional dengan memberikan kepastian
hukum di bidang pertanahan, dipandang perlu untuk mengadakan penyempurnaan pada
ketentuan yang mengatur pendaftaran tanah, yakni dari PP. 10 tahun 1961 yang kemudian disempurnakan sebagaimana
lengkapnya terdapat dalam PP 24 tahun 1997.
Produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah adalah berupa sertifikat hak tanah. Dalam pasal 1 butir 20 PP 24 tahun 1997 menyebutkan, sertifikat
adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf
c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas
satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam
buku tanah yang bersangkutan.
Pendaftaran tanah untuk pertama
kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran
tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Dan pendaftaran secara sporadik adalah
kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau
massal. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja
dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam
melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala kantor Pertanahan
dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk. Susunan Panitia Ajudikasi tersebut adalah terdiri dari
:
a. seorang Ketua panitia, merangkap anggota yang dijabat oleh seorang
pegawai Badan Pertanahan Nasional.
b. Beberapa orang anggota yang terdiri dari :
1).
Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan
di bidang pendaftaran tanah.
2).
Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai kemampuan pengetahuan
di bidang hak-hak atas tanah.
3).
kepala Kesa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang
Pamong Desa /Kelurahan yang ditunjuknya.
Selama
ini masih ada kesan bahwa untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah itu sulit,
dan memakan waktu yang lama dan biaya sangat mahal. Secara objektif diakui tata
cara memperoleh sertifikat hak atas tanah terikat
dengan aturan birokrasi, dan dirasakan cukup berbelit-belit oleh orang awam.
Keadaan yang demikian ini menimbulkan rasa enggan untuk mengurus sertifikat hak
atas tanah, bila tidak benar-benar mendesak dibutuhkan. Demikian juga sering
dirasakan bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan, tenaga dan waktu yang dibutuhkan untuk
mengurus sertifikat hak atas tanah itu, kadang kala tidak sebanding dengan
manfaat langsung dari sertifikat hak atas tanah tersebut baginya.
Dengan
telah diketahui tentang berbagai hal yang terdapat dalam pendaftaran
tanah adalah sangat kompleks, sehingga untuk pemecahannya diperlukan upaya yang
lebih terpadu, yang bertujuan bukan hanya untuk sekedar memperingan biaya yang
harus dikeluarkan oleh pemegang hak atas tanah. Upaya dimaksud hendaknya
sekaligus melibatkan kerjasama yang baik antara pemerintah bersama dengan
rakyat, khususnya pemegang hak atas tanah.
Oleh
pemerintah telah diambil suatu upaya yang terpadu dalam melaksanakan
pendaftaran tanah yaitu dengan menyelenggarakan Proyek Operasi Nasional Agraria
yang disingkat dengan PRONA. Prona adalah merupakan suatu upaya pemerintah
dengan suatu subsidi untuk melakukan pendaftaran tanah secara sporadik
baik individual atau massal. Untuk
pelaksanaan proyek ini maka seluruh aparat tingkat pusat dan daerah dilibatkan.
Juga kepala kecamatan, kepala desa, tokoh masyarakat dan agama setempat
dilibatkan juga untuk mensuskseskan proyek ini.
Dengan
pelaksanaan Prona, pemerintah memberikan rangsangan kepada para pemegang hak
atas tanah agar mau mensertifikatkan tanahnya dan dengan demikian juga telah membantu
menyelesaikan dengan baik adanya sengketatanah yang sifatnya strategis dengan
jalan memberikan berbagai fasilitas atau kemudahan kepada para pemegang hak
atas tanah.
Bentuk
fasilitas dan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah kepada para pemegang hak
atas tanah itu adalah keringanan dalam pembiayaan dan percepatan proses
penyelesaian sertifikat hak atas tanahnya, namun demikian hal ini buksn berarti
bahwa dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku yaitu Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997.
Adanya
Prona bukan dimaksudkan untuk menggantikan tata cara perolehan sertifikat hak
atas tanah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997.
Prona hanya bersifat temporer saja, apabila masyarakat nantinya telah tinggi
kesadaran hukumnya, diharapkan mereka tanpa adanya Prona pun akan berinisiatif
untuk mensertifikatkan tanahnya. Dengan perkataan lain, pensertifikatan tanah
melalui rutin yakni pensertifikatan yang dilakukan berdasarkan adanya atau
datangnya permohonan secara
perorangan dari
pemegang hak atas tanah itu sendiri.
Dengan
keluarnya Keputusan Menteri dalam Negeri No. 189 tahun 1981, Prona mulai
dilaksanakan. Tiap-tiap
Warga Negara baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya, hal ini tersurat dalam Pasal 9 ayat
(2) UUPA.
Demikian
juga halnya dengan PRONA bahwa setiap WNI pemilik dan pemegang hak atas tanah
punya hak untuk menjadi peserta PRONA. Pensertifikatan secara massal dalam
rangka PRONA tidaklah mungkin dilaksanakan sekaligus serentak untuk semua
pemegang hak atas tanah. Prona hanya mungkin dilaksanakan dengan mengingat
realita kemampuan pemerintah, baik kemampuan pembiayaan, tenaga, peralatan dan
sarana lainnya. Berdasarkan pertimbangan yang demikian maka dalam menentukan
peserta Prona, secara tehnis diadakan penggolongan. Maksud dari penggolongan
ini demi adanya keadilan pemerataan terhadap sesama warga negara pemilik atau
pemegang hak atas tanah, dalam rangka mendapatkan kepastian hukum atas tanah
yang bersangkutan.
Sejalan
dengan jiwa dan semangat UUPA, maka penggolongan peserta Prona dapat dilihat
dalam ketentuan undangh-undag itu sendiri yang menyatakan antara lain
“Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana
perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan
perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomi lemah”
Isi pasal
sebagaimana dikemukakan di atas, mengandung asas perlindungan terhadap
masyarakat golongan ekonomi lemah yang dilakukan oleh golongan ekonomi kuat, maksudnya
untuk mencegah penguasaan atas penghidupan orang lain yang melampaui batas.
Berpijak pada ketentuan itu maka peraturan pelaksana UUPA pun memperhatikan
kebutuhan masyarakat yang berbeda, misalnya dalam perolehan sertifkat hak atas tanah.
Penggolongan
teknis peserta Prona itu adalah bahwa yang dapat diikutsertakan dalam Prona
hanya terbatas pada tiga golongan yaitu :
1. Golongan ekonomi lemah.
2. Golongan mampu.
3. Badan Hukum Keagamaan, Badan Hukum Sosial dan Lembaga
Pendidikan.
Tata cara
memperoleh sertifikat hak atas tanah, baik menurut cara biasa maupun dengan
cara Prona, bersumber pada Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 beserta
peraturan pelaksananya. Bila seseorang hendak mendapatkan sertifikat hak atas
tanah, maka harus melalui tahap-tahap dan persyaratan-persyaratan sebagaimana
diuraikan di bawah ini :
I. Untuk keperluan Pendaftaran hak :
a. Hak atas tanah baru dibuktikan dengan :
1).
Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang
bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut
berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan.
2). Asli
akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada
penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai
atas tanah hak milik.
b. Hak Pengelolaan dibuktikan dengan penetapan
pemberian hak pengelolaan
oleh pejabat yang berwenang.
c. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf.
d. Hak Milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan
akta pemisahan.
e. Pemberian hak tanggungan
dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.
II. Pembuktian
Hak Lama.
Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan
dengan alat-alat buktimengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis,
keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya
leh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh
Kepala kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap
cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang
membebaninya.
Alat-alat bukti tertulis
yang dimaksudkan berupa :
a. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvings Ordonantie (Stb. 1834/27), yang telah dibubuhi catatan bahwa
hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau
b. grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan
Overschrijvings Ordonantie (Stb. 1834/27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal
pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961
di daerah yang bersangkutan atau,
c. Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan
swapraja yang bersangkutan atau,
d. Sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1959 atau,
e. Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang,
baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA yang tidak disertai kewajiban untuk
mendaftarkan hak yang diberikan tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang
disebut di dalamnya atau,
f. Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh kepala adat / kepala desa / kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya PP No. 24 tahun 1997 atau,
g. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang
tanahnya belum dibukukan atau,
h. Akta ikrar wakaf / surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau
sejak mulai dilaksnakan PP No. 28 tahun 1977 atau,
i. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang
tanahnya belum dibukukan atau,
j. Surat penunjukan atau pembelian kavling tanah pengganti tanah yang
diambil oleh pemerintah atau pemerintah daerah, atau
k. Petuk pajak bumi / Landrente, girik, pipil, ketitir dan verponding
Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10 tahun 1961. atau
l. Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh kantor
pelayanan pajak bumi dan bangunan atau
m. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga
sebagaimana dimaksud dalam pasal II, pasal VI, pasal VII ketentuan-ketentuan
konversi UUPA.
Dalam hal bukti tertulis
tersebut tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keterangan saksi atau pernyataan yang
bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya menurut pendapat panitia ajudikasi
dalam pendaftaran tanah-tanah secara sistematik atau ke[pala kantor pertanahan
dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
Selanjutnya dalam PP 24 tahun
1997 disebutkan dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap
alat-alat pembuktian sebagaimana disebutkan di atas, pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan
kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan
pendahulu-pendahulunya dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara
terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah serta diperkuat
oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman (diberikannya kesempatan untuk mengajukan keberatan) dan ternyata tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan
yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Ketentuan yang demikian ini
memberikan jalan keluar apabila pemegang hak
tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana disebutkan di atas, baik
yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya dalam hal
demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan
tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan
pendahulunya.
Pembukuan yang dimaksudkan
dalam hal ini harus memenuhi syarat sebagaimana ditentukan antara lain :
a. bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan dilakukan
secara nyata dan dengan itikad baik selama 20 tahun atau lebih secara
berturut-turut.
b. bahwa kenyataan penguasaan dan penggunaan tanah tersebut selama
itu tidak diganggu gugat dan karena itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh
masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan.
c. bahwa hal-hal tersebut diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang
dapat dipercaya.
d. bahwa telah diberikan kesempatan kepada piha lain untuk
mengajukan keberatan melalui pengumuman.
e. bahwa telah diadakan penelitian juga mengenai kebenaran
hal-hal yang disebutkan di atas.
f. bahwa akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan
pemegang haknya dituangkan dalam keputusan berupa pengakuan hak yang
bersangkutan oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik
dan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik
Dan
kemudian selanjutnya ditentukan bahwa dalam rangka menilai kebenaran alat bukti
sebagaimana disebutkan di atas dilakukan pengumpulan dan penelitian data
yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh panitia ajudikasi dalam
pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam
pendaftaran tanah secara sporadik.
Setelah
dilakukannya penilaian sebagaimana disebutkan di atas, kemudian dibuatkan dalam
suatu daftar, dan kemudian diumumkan selama 30 hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik
atau 60 hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberikan
kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan. Pengumuman
dimaksud dilakukan di kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa /
Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara
sistematik atau di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak
tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik serta ditempat
lain yang dianggap perlu.
Jika dalam
jangka waktu pengumuman sebagaimana disebutkan di atas, ada yang mengajukan
keberatan tentang data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan ketua panitia
ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau kepala kantor
pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya
keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Jika
musyawarah untuk mufakat membawa hasil dibuatkan berita acara penyelesaian dan
jika penyelesaian yang dimaksud mengakibatkan perubahan pada apa yang
diumumkan, maka dengan adanya perubahan dimaksud diadakan pada peta bidang
tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan.
Jika
penyelesaian secara msyawarah untuk mufakat tidak dapat dilakukan atau tidak
membawa hasil ketua panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik
dan kepala kantor pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik
memberitahukan secara tertulis kepada pihak yang mengajukan keberatan agar
mengajukan gugatan tentang data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan
ke pengadilan.
Setelah
jangka pengumuman telah berakhir data fisik dan data yuridis yang diumumkan
tersebut oleh panitia ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau
oleh kepala kantor pertanahan dalam pendaftara tanah secara sporadik disahkan
dengan suatu berita acara yang entuknya ditetapkan oleh menteri. Dan
selanjutnya jika masih ada kekurang lengkapan data fisik dan atau data yuridis
yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan
pengesahannya dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan
atau keberatan yang belum diselesaikan.
Setelah
semua kegiatan sebagaimana disebutkan diatas selesai dilakukan, maka
selanjutnya diadakan pembukuan hak berdasarkan alat bukti dan berita acara
pengesahan sebagaimana disebutkan di atas dengan ketentuan sebagai berikut :
a. yang data
fisik dan yang data yuridisnya sudah lengkap dan tidak ada yang disengketakan
dilakukan pembukuannya dalam buku tanah.
b. yang data fisik atau data
yuridisnya belum lengkap dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan
mengenai hal-hal yang belum lengkap.
c. yang data fisik dan atau data yuridisnya disengkatakan akan tetapi
tidak diajukan gugatan ke pengadilan dilakukan pembukuannnya dalam buku tanah
dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut dan kepada pihak yang
berkeberatan diberitahukan oleh ketua panitia ajudikasi untuk pendaftaran tanah
secara sistematik atau kepala kantor pertanahan untuk pendaftaran tanah secara
sporadik untuk mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai data yang disengketakan dalam waktu 60 hari
dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 90 hari dalam pendaftaran tanah
secara sporadik dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut.
d. yang data fisik dan
atau data yuridisnya disengkatan dan diajukan gugatan ke pengadilan tetapi
tidak ada perintah dari pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan
penyitaan dari pengadilan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan
catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan.
e. yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan
diajukan ke pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan
penyitaan dari pengadilan dibukukan dalam buku tanah dengan mengosongkan nama
pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat di dalamnya
adanya sita atau perintah status quo tersebut.
Dari uraian kegiatan yang
diawali dengan pengukuran dan pemetaan, pembuatan peta dasar pendaftaran,
penetapan batas bidang-bidang tanah, dan kemudian pengukuran dan pemetaan
bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, pembuatan
surat ukur, kemudian pembukuan hak, selanjutnya diakhiri dengan pembuatan
sertifikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar