Laman

Senin, 21 November 2022

RESUME : Seleksi Kompetensi Bidang ( SKB ) CPNS 2021 Analis Hukum Pertanahan

 DASAR PERTANAHAN

PASAL 33 AYAT (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

UU NO. 05/1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK2 AGRARIA

PASAL 1

·         Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

·         Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.

·         Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.

·         Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air tersebut ayat 4 dan 5 pasal ini.

Penjelasan :Yang dimaksud dengan "tanah" ialah permukaan bumi.

 

PASAL 2

·         Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

·         Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi wewenang untuk :

a.       mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut ;

b.       menentukan. dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang-angkasa;

c.       menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

PASAL 6

·           Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

PASAL 16

·           Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 ialah:

a.       hak milik.

b.       hak guna-usaha,

c.       hak guna-bangunan,

d.       hak pakai,

e.       hak sewa,

f.        hak membuka tanah,

g.       hak memungut-hasil-hutan,

h.       hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.


PASAL 18

Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang.

PASAL 19

1.                   Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.                   Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi :

a.        pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b.       pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c.       pemberian surat-surat tanda-bukti-hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

3.                   Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4.                   Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biayabiaya tersebut.

 

HAK MILIK

PASAL 20

(1)    Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.

(2)    Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

HAK MILIK HAPUS BILA :

1.       tanahnya jatuh kepada Negara :

a.       karena pencabutan hak berdasarkan pasal 18;

b.       karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya;

c.       karena diterlantarkan;

d.       karena ketentuan pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2.

 

2.       tanahnya musnah.

 

 

 

 

 

HAK GUNA USAHA

PASAL 28

(1)    Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

(2)    Hak guna-usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih 12 harus memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembmgan zaman.

 

PASAL 29

1.       Hak guna-usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

2.       Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha-usaha untuk waktu paling lama 35 tahun.

3.       Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 tahun.

PASAL 34

HAK GUNA-USAHA HAPUS KARENA

a.       jangka waktunya berakhir;

b.       dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;

c.       dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir

d.       dicabut untuk kepentingan umum;

e.       diterlantarkan;

f.        tanahnya musnah;

g.       ketentuan dalam pasal 30 ayat 2.

 

HAK GUNA-BANGUNAN

PASAL 35

(1)    Hak guna-bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

(2)    Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.

(3)    Hak guna-bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.

PASAL 40

HAK GUNA-BANGUNAN HAPUS KARENA

a.       jangka waktunya berakhir ;

b.       dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;

c.       dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;

d.       dicabut untuk kepentingan umum;

e.       diterlantarkan;

f.        tanahnya musnah;

g.       ketentuan dalam pasal 36; ayat (2).

 

HAK PAKAI

PASAL 41

(1)    Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputunn pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuanketentuan Undang-undang ini.

(2)    Hak pakai dapat diberikan a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu; b. dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun.

(3)    Pemberian hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.

 

PASAL 42

YANG DAPAT MEMPUNYAI HAK PAKAI IALAH

a.       warga negara Indonesia;

b.       orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

c.       badan-hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;

d.       badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

PASAL 43

(1)    Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara maka hak pakal hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang berwenang.

(2)    Hak pakai atas tanah-milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah termasuk ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah

Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan

Sertipikat Elektronik yang selanjutnya disebut Sertipikat-el adalah Sertipikat yang diterbitkan melalui Sistem Elektronik dalam bentuk Dokumen Elektronik.( PERMEN 1/2021 )

Peta Ruang adalah dokumen hasil pengukuran dan pemetaan yang memuat informasi objek ruang yang disahkan oleh pejabat berwenang yang digunakan dalam kegiatan pendaftaran tanah.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.

Nursid Sumaatmadja menjabarkan definisi ruang. Ruang adalah tempat di permukaan bumi, baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian yang digunakan makhluk hidup untuk tinggal

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2O2O

TENTANG KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG

 

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2O2O

TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL

 

Pasal 1

(1)    Kementerian Agraria dan Tata Ruang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

(2)    (2) Kementerian Agraria dan Tata Ruang dipimpin oleh Menteri.

Pasal 4

Kementerian Agraria dan Tata Ruang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarialpertanahan dan tata ruang untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

 

Pasal 5

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyelenggarakan fungsi:

·         perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang tata ruang, survei dan pemetaan pertanahan dan ruang, penetapan hak dan pendaftaran tanah, penataan agraria, pengadaan tanah dan pengembangan pertanahan, pengendalian dan penertiban tanah dan ruang, serta penanganan sengketa dan konflik pertanahan;

·         koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang;

 

Susunan Organisasi

Pasal 6

Kementerian Agraria dan Tata Ruang terdiri atas:

§  Sekretariat Jenderal;

§  Direktorat Jenderal Tata Ruang;

§  Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang;

§  Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah;

§  Direktorat Jenderal Penataan Agraria;

§  Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan;

§  Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang;

§  Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan;

§  Inspektorat Jenderal;

§  Staf Ahli Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat;

§  Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi;

§  Staf Ahli Bidang Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah;

§  Staf Ahli Bidang Pengembangan Kawasan; dan

§  Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi.

 

 

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2003

TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN

PASAL 1

Dalam rangka mewujudkan konsepsi, kebijakan dan sistim pertanahan nasional yang utuh dan terpadu, serta pelaksanaan Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Badan Pertanahan Nasional melakukan langkah-langkah percepatan:

a. Penyusunan Rancangan Undang-undang Penyempurnaan Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Rancangan Undang-undang tentang Hak Atas Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang pertanahan.

b. Pembangunan sistim informasi dan manajemen pertanahan yang meliputi :

1.       penyusunan basis data tanah-tanah asset negara/pemerintah/ pemerintah daerah di seluruh Indonesia;

2.       penyiapan aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang dihubungkan dengan e-government, ecommerce dan e-payment;

3.       pemetaan kadasteral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan teknologi citra satelit dan teknologi informasi untuk menunjang kebijakan pelaksanaan landreform dan pemberian hak atas tanah;

4.       pembangunan dan pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui sistim informasi geografi, dengan mengutamakan penetapan zona sawah beririgasi, dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional.

PASAL 2

(1) Sebagian kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

(2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

·         pemberian ijin lokasi;

·         penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;

·         penyelesaian sengketa tanah garapan;

·         penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan;

·         penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee;

·         penetapan dan penyelesaian masalah tanah ulayat;

·         pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong;

·         pemberian ijin membuka tanah;

·         perencanaan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/ Kota.

(3) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dalam satu Propinsi, dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi yang bersangkutan.

 

 

 

 

 

 

ADMINISTRASI PERTANAHAN

 

DefinisiMenurutAhli :

Menurut Herman Hermit, dalambukunya Cara MemperolehSertifikat Tanah HakMilik,Tanah Negara dan Tanah Pemda (2004 dan 2008) AdministrasiPertanahanadalahpemberianhak, perpanjanganhak, pembaruanhak, peralihanhak, peningkatanhak,penggabunganhak, pemisahanhak, pemecahanhak, pembebananhak, izinlokasi, izinperubahanpenggunaantanah, serta izinpenunjukandanpenggunaantanah.

 

Sedangkanmenurut Murad padabuku yang berjudul Administrasi PertanahanPelaksanaannyadalamPraktek (1997) dijelaskanbahwaAdministrasiPertanahanadalahsuatuusahadankegiatansuatuorganisasidanmanajemen yang berkaitandenganpenyelenggaraankebijakan-kebijakanPemerintah di bidangPertanahandenganmenggerakkansumberdayauntukmencapaitujuansesuaidengan Per-Undang-undangan yang berlaku.

 

DAFTAR LAYANAN

A. PelayananSurvei, PengukurandanPemetaan

B. PelayananPendaftaranPertama Kali

C. Pelayanan Surat KeputusanHak

D. PelayananPeralihanHak

E. PelayananHakTanggungan

F. PelayananPencatatan

G. PelayananInformasiPertanahan

H. PelayananPemecahan, PenggabungandanPemisahanHak

I. PelayananPemeliharaan Data Lainnya

K. PelayananPenggantiSertipikat

L. PelayananPertimbanganTeknisPertanahan

M. PelayananPembatalandanPenghapusanHak

N. PelayananPendaftaran Tanah Wakaf

 

LAYANAN PERTANAHAN ELEKTRONIK

HakTanggunganElektronik

MitraKerja ATRBPN

Loketku ATRBPN

 

MAKLUMAT LAYANAN

 

MemberikanPelayananInformasiPublik yang berkaitandenganKementerianAgrariadan Tata Ruang/BadanPertanahan Nasional denganSantun, Responsif, sesuaidenganUndang-undangRepublik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentangKeterbukaanInformasiPublik.

 

 

 

 

PERMEN ATR/BPN RI NOMOR 21 TAHUN 2020

TENTANG PENANGANAN DAN PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN

 

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

·         Kasus Pertanahan yang selanjutnya disebut Kasus adalah sengketa, konflik, atau perkara tanah yang disampaikan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan penanganan dan penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

MEDIASI

·         Mediasi adalah cara Penyelesaian Kasus melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak difasilitasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya dan/atau mediator pertanahan.

 

Pasal 43

o   Penyelesaian Kasus dapat diselesaikan melalui Mediasi.

o   Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dilaksanakan oleh dan atas inisiatif:

§  Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya dan/atau atas inisiatif pihak yang bersengketa; atau

§  perorangan atau lembaga atas inisiatif pihak yang bersengketa.

 

Pasal 44

o   Pada prinsipnya Mediasi wajib dihadiri oleh para pihak/ prinsipal.

o   Dalam hal para pihak tidak dapat hadir karena alasan kesehatan dan/atau alasan lain yang sah, Mediasi dapat diwakili oleh kuasa yang diberi kewenangan untuk memutus dengan persetujuan oleh pihak yang bersengketa.  

o   Dalam hal para pihak sudah diundang 3 (tiga) kali secara patut tetapi tidak hadir maka Mediasi dinyatakan gagal.

o   Dalam pelaksanaan Mediasi dapat menghadirkan ahli dan/atau instansi terkait dengan persetujuan para pihak.

o   Dalam hal Mediasi tercapai kesepakatan perdamaian dituangkan dalam akta perdamaian dan didaftarkan oleh para pihak di Pengadilan Negeri wilayah hukum letak tanah yang menjadi objek Kasus untuk memperoleh putusan perdamaian.

o   Pelaksanaan hasil Mediasi terkait dengan administrasi pertanahan diajukan permohonan kepada Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya dengan melampirkan:

§  putusan perdamaian;

§  akta perdamaian; dan

§  data/dokumen mengenai tanah objek Kasus.

o   Dalam hal Mediasi tidak menghasilkan kesepakatan dan/atau gagal maka Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya mengambil keputusan Penyelesaian Kasus.

o   Hasil Mediasi dituangkan dalam berita acara Pelaksanaan Mediasi yang berisi kesepakatan dan tindak lanjut dari Mediasi yang ditandatangani oleh Pejabat/ketua tim Penyelesaian/Mediator.

o   Format akta perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan Format Berita Acara Pelaksanaan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tercantum dalam Lampiran XIV dan Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

o   Tata cara Mediasi diatur lebih lanjut dengan Petunjuk Teknis.

 

PERKARA PERTANAHAN

·         Perkara Pertanahan yang selanjutnya disebut Perkara adalah perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.

PENANGANAN PERKARA

Pasal 20

o   Pihak Kementerian, Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pertanahan yang menjadi kuasa hukum dalam Penanganan Perkara di lembaga peradilan menggunakan surat kuasa khusus.

o   Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:

§  Pejabat dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri di lingkungan Ditjen VII di Kementerian berdasarkan surat kuasa khusus Menteri;

§  Pejabat dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri di Kantor Wilayah berdasarkan surat kuasa khusus Kepala Kantor Wilayah;

§  Pejabat dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri di Kantor Pertanahan berdasarkan surat kuasa khusus Kepala Kantor Pertanahan;

§  Dalam hal tertentu kuasa khusus dapat juga diberikan kepada Jaksa Pengacara Negara, pengacara profesional pada kantor hukum dan/atau lembaga hukum.

o   Dalam hal pertimbangan tertentu, Penanganan Perkara di lembaga peradilan dapat dilakukan oleh kuasa hukum dari Kementerian, Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan dengan kuasa substitusi.

o   Format surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

 

Pasal 21

o   Dalam hal gugatan Perkara merupakan Program Strategis Nasional, Tanah Aset Pemerintah/BUMN/BUMD dapat dilakukan Rapat Koordinasi Penanganan Perkara, antar kuasa hukum:

§  Kementerian, Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pertanahan;

§  Pejabat dan/atau Instansi terkait, tergugat lainnya; dan/atau

§  Narasumber/Ahli, yang hasilnya dituangkan dalam notula.

o   Rapat Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

§  memberikan informasi adanya gugatan Perkara;

§  saling bertukar informasi dan data yang diperlukan dalam Penanganan Perkara; dan

§  merencanakan strategi Penanganan Perkara.

 

Pasal 22

Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya memberitahukan kepada pemegang hak tentang adanya gugatan dalam hal yang menjadi objek gugatan merupakan Produk Hukum dan pihak yang menjadi tergugat adalah Kementerian, Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pertanahan apabila pihak pemegang hak tidak ikut digugat.

Pasal 23

Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya memberitahukan kepada pemegang hak atas tanah, pemegang hak tanggungan, instansi pemerintah selaku pengguna aset atau pengelola aset tentang adanya gugatan serta meminta untuk masuk sebagai pihak intervensi (intervenient) dalam hal Kementerian, Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pertanahan sebagai pihak tergugat apabila pihak pemegang hak atas tanah, pemegang hak tanggungan, instansi pemerintah selaku pengguna aset atau pengelola aset tidak ikut digugat.

Pasal 24

o   Penanganan Perkara oleh Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya dilakukan sampai upaya hukum tingkat kasasi dan/atau peninjauan kembali.

o   Kementerian, Kantor Wilayah, Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya berdasarkan alasan tertentu dapat mencabut atau tidak melakukan upaya hukum Banding, Kasasi dan/atau Peninjauan Kembali sepanjang memperoleh persetujuan pemberi kuasa dan Menteri.

 

Pasal 25

o   Proses penanganan Perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dapat dilakukan perdamaian untuk mengakhiri proses Perkara.

o   Perkara yang diakhiri dengan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimintakan putusan perdamaian oleh pengadilan yang berwenang.

o   Putusan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dijadikan dasar pencatatan dalam administrasi pertanahan.

 

Pasal 26

o   Perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) tidak dapat dilakukan apabila:

§  menyangkut Barang Milik Negara, Barang Milik Daerah, Barang Milik Badan Usaha Milik Negara atau Barang Milik Badan Usaha Milik Daerah;

§  tidak disetujui oleh seluruh pihak yang berperkara;

§  tidak disetujui oleh pemegang hak atas tanah objek Perkara yang tidak berkedudukan sebagai pihak dalam Perkara;

§  terdapat masalah atau Perkara lain berkenaan dengan subjek dan/atau objek yang sama; atau

§  tidak mendapat izin tertulis dari Pejabat yang mengeluarkan keputusan yang menjadi objek gugatan sesuai kewenangan.

 

Pasal 27

o   Setiap Perkara menyangkut Sengketa kepemilikan tanah yang melibatkan Kementerian, Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pertanahan sebagai pihak, wajib dicatat pada buku tanah dan dalam daftar umum lainnya serta dientri dalam sistem informasi Penanganan Kasus.

o   Setiap Perkara menyangkut Sengketa kepemilikan tanah yang tidak melibatkan Kementerian, Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pertanahan sebagai pihak, atas permohonan pihak dalam Perkara dan/atau pemberitahuan pengadilan wajib dicatat pada buku tanah dan dalam daftar umum lainnya.

 

SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

·         Sengketa Pertanahan yang selanjutnya disebut Sengketa adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas.

·         Konflik Pertanahan yang selanjutnya disebut Konflik adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas.

 

PENANGANAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA DAN KONFLIK

 

Pasal 5

o   Kasus yang merupakan Sengketa dan Konflik digolongkan menjadi 3 (tiga) klasifikasi:

§  Kasus Berat merupakan Kasus yang melibatkan banyak pihak, mempunyai dimensi hukum yang kompleks, dan/atau berpotensi menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan; - 12 –

§  Kasus Sedang merupakan Kasus antarpihak yang dimensi hukum dan/atau administrasinya cukup jelas yang jika ditetapkan penyelesaiannya melalui pendekatan hukum dan administrasi tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik dan keamanan;

§  Kasus Ringan merupakan Kasus Pengaduan atau permohonan petunjuk yang sifatnya teknis administratif dan penyelesaiannya cukup dengan surat petunjuk Penyelesaian kepada pengadu atau pemohon. Bagian Kedua Penanganan

 

Pasal 6

o  Penanganan Sengketa dan Konflik dilakukan melalui tahapan:

§  pengkajian Kasus;

§  Gelar awal;

§  Penelitian;

§  ekspos hasil Penelitian;

§  Rapat Koordinasi;

§  Gelar akhir; dan

§  Penyelesaian Kasus.

o   Penanganan Sengketa dan Konflik dilakukan dengan tahapan Penanganan secara berurutan.

o   Dalam hal Sengketa dan Konflik klasifikasi Kasus Sedang atau Kasus Ringan penanganannya dapat dilakukan tanpa melalui semua tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

o   Dokumen hasil Penanganan Sengketa dan Konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang masih dalam proses bersifat rahasia.

 

Pasal 7

o   Pengkajian Kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan untuk memudahkan memahami Kasus yang ditangani.

o   Pengkajian Kasus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk telaahan staf yang memuat:

§  judul;

§  pokok permasalahan yang menguraikan subjek yang bersengketa, keberatan atau tuntutan pihak pengadu, letak, luas dan status objek Kasus;

§  riwayat Kasus;

§  data atau dokumen yang tersedia;

§  klasifikasi Kasus; dan

§  hal lain yang dianggap penting.

 

Pasal 8

Gelar awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan dengan tujuan untuk:

·         menentukan instansi atau lembaga atau pihakpihak yang mempunyai kewenangan dan/atau kepentingan terkait Kasus yang ditangani;

·         merumuskan rencana Penanganan;

·         menentukan ketentuan peraturan perundangundangan yang dapat diterapkan;

·         menentukan data yuridis, data fisik, data lapangan dan bahan yang diperlukan;

·         menyusun rencana kerja penelitian; dan

·         menentukan target dan waktu Penyelesaian

 

Pasal 9

Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c bertujuan untuk mengumpulkan:

·         data fisik berupa peta tematik maupun kadastral, terestris maupun fotogrametris, peta citra yang menunjukkan letak, luas dan batas tanah, peta tata ruang, peta penatagunaan tanah dan peta lain yang terkait dengan Kasus yang ditangani;

·         data yuridis berupa dokumen tentang subjek yang bersengketa, dokumen mengenai alas hak, akta/surat perolehan tanah, dokumen yang menunjukkan status tanah, riwayat tanah, putusan pengadilan menyangkut objek Kasus, dan data/dokumen administrasi lain yang menunjukkan proses administrasi terbitnya Produk Hukum atas tanah yang menjadi objek Kasus;

·         data lapangan merupakan fakta yang menggambarkan kondisi senyatanya, penguasaan dan pemanfaatan penggunaan tanah yang menjadi objek Kasus; dan/atau

·         bahan keterangan merupakan data/informasi dari orang-orang yang terlibat dalam proses dan/atau yang mengetahui proses penerbitan Produk Hukum dan/atau pihak yang mengetahui hubungan antara para pihak dengan tanah yang menjadi objek Kasus.

 

 

Dalam hal Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), data fisik dan data yuridis tidak ditemukan maka dilakukan:

·         penelusuran terhadap proses penerbitan hak atas tanah dalam daftar isian/daftar umum;

·         meminta keterangan petugas yang memproses penerbitan hak atas tanah;

·         meminta keterangan para pihak; dan/atau

·         meminta keterangan kepala desa/lurah atau instansi terkait atau pihak lain yang diperlukan.

 

Pasal 11

1.         Terhadap laporan hasil Penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan ekspos hasil Penelitian oleh petugas yang melaksanakan Penelitian.

2.         Ekspos hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk menyampaikan data/bahan keterangan yang menjelaskan status hukum Produk Hukum maupun posisi hukum masing-masing pihak.

3.         Ekspos hasil Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk:

·         evaluasi dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam Penanganan dan Penyelesaian Kasus;

·         mengetahui kemajuan Penanganan Kasus yang dicapai;

·         menentukan rencana tindakan lebih lanjut;

·         memastikan kesesuaian hal-hal yang menjadi Pengaduan dengan bukti fakta yang diperoleh dari Penelitian;

·         menentukan ketentuan hukum/perundangundangan yang digunakan;

·         melakukan koordinasi dengan instansi/lembaga atau pihak terkait dalam hal Kasus yang ditangani menyangkut kewenangan dan/atau kepentingan instansi/lembaga atau pihak lain dalam hal diperlukan;

·         memastikan Penyelesaian sesuai target yang ditetapkan;

·         menentukan keputusan Penyelesaian atas Kasus yang ditangani; dan

·         mengembangkan rencana dan sasaran Penanganan jika masih diperlukan atau untuk menggelar Rapat Koordinasi dalam hal diperlukan.

 

Pasal 14

(1) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e dilaksanakan untuk memperoleh masukan dari ahli atau instansi/lembaga terkait yang berkompeten dalam rangka Penyelesaian Kasus.

(2) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan kesimpulan berupa:

·         Penyelesaian Kasus; atau

·         rekomendasi atau petunjuk masih diperlukan data atau bahan keterangan tambahan untuk sampai pada kesimpulan Penyelesaian Kasus.

 

Pasal 15

(1) Gelar akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf f dilakukan untuk mengambil keputusan Penyelesaian Kasus yang akan dilakukan oleh Menteri, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pertanahan.

(2) Gelar akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk:

·         evaluasi Penanganan yang telah dilakukan;

·         memastikan kesesuaian antara data bukti dan bahan keterangan saksi dan/atau ahli;

·         penyempurnaan berkas Kasus;

·         menentukan layak tidaknya penerapan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan terhadap Kasus yang ditangani.

Pasal 17

Penanganan Kasus dinyatakan selesai dengan kriteria:

a. Kriteria Satu (K1) jika penyelesaian bersifat final, berupa:

1. keputusan pembatalan;

2. perdamaian; atau

3. surat penolakan tidak dapat dikabulkannya permohonan.

b. Kriteria Dua (K2) berupa:

·         surat petunjuk Penyelesaian Kasus atau surat penetapan pihak yang berhak tetapi belum dapat ditindaklanjuti keputusan penyelesaiannya karena terdapat syarat yang harus dipenuhi yang merupakan kewenangan instansi lain;

·         surat rekomendasi Penyelesaian Kasus dari Kementerian kepada Kantor Wilayah atau Kantor Pertanahan sesuai kewenangannya dan Kantor Wilayah kepada Kantor Pertanahan atau usulan Penyelesaian dari Kantor Pertanahan kepada Kantor Wilayah dan Kantor Wilayah kepada Menteri.

b.       Kriteria Tiga (K3) berupa surat pemberitahuan bukan kewenangan Kementerian.

 

PENDAFTARAN TANAH

 

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997

TENTANG PENDAFTARAN TANAH

 

PMNA/KBPN NO. 3/1997 KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

PERMEN ATR/BPNRI NOMOR 7 TAHUN 2019 PERUBAHAN KEDUA

PERMEN ATR/BPNRI NOMOR 16 TAHUN 2021PERUBAHAN KETIGA

 

·         Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya

·         Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.

·         Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.

·         Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.

·         Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang selanjutnya disingkat PTSL adalah kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan pendaftarannya.

·         Peta pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah.

·         Sertipikat Hak atas Tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria untuk Hak atas Tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

·         Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.

·         Warkah adalah dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut.

·         Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.

Pasal 2 ( PP.24/1997 )

Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

Pasal 3 ( PP.24/1997 )

Pendaftaran tanah bertujuan :

·         untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan,

·         untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

·         untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Obyek Pendaftaran Tanah

Pasal 9 ( PP.24/1997 )

(1) Obyek pendaftaran tanah meliputi :

·         bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;

·         tanah hak pengelolaan;

·         tanah wakaf;

·         hak milik atas satuan rumah susun;

·         hak tanggungan;

·         tanah Negara.

(2) Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Pasal 11

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

 

 

Pasal 12

(1) Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi :

·         pengumpulan dan pengolahan data fisik;

·         pembuktian hak dan pembukuannya;

·         penerbitan sertipikat;

·         penyajian data fisik dan data yuridis;

·         penyimpanan daftar umum dan dokumen.

(2) Kegiatan pemelihaan data pendaftaran tanah meliputi :

·         pendaftaran peralihan dan pembebanan hak;

·         pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2021

TENTANG TATA CARA PENETAPAN HAK PENGELOLAAN DAN HAK ATAS TANAH

 

Pasal 1

·         Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara yang selanjutnya disebut Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah, bukan tanah wakaf, bukan Tanah Ulayat dan/atau bukan merupakan aset barang milik negara/barang milik daerah.

·         Tanah Hak adalah tanah yang telah dipunyai dengan sesuatu Hak Atas Tanah.

·         Tanah Ulayat adalah tanah yang berada di wilayah penguasaan masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah.

·         Penetapan Hak Pengelolaan adalah penetapan Pemerintah untuk memberikan Hak Pengelolaan di atas Tanah Negara atau pengakuan Pemerintah yang menetapkan suatu Hak Pengelolaan di atas Tanah Ulayat masyarakat hukum adat.

·         Penetapan Hak Atas Tanah adalah penetapan Pemerintah untuk memberikan Hak Atas Tanah melalui pemberian, perpanjangan jangka waktu hak dan/atau pembaruan hak.

·         Pemberian Hak Atas Tanah yang selanjutnya disebut Pemberian adalah penetapan Pemerintah yang memberikan suatu Hak Atas Tanah di atas Tanah Negara atau di atas Hak Pengelolaan.

·         Perubahan Hak adalah penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu Hak Atas Tanah tertentu, atas permohonan pemegang haknya, menjadi Tanah Negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan Hak Atas Tanah jenis lainnya.

·         Peralihan Hak Atas Tanah adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang Hak Atas Tanah untuk mengalihkan hak kepada pihak lain.

·         Tanah Telantar adalah Tanah Hak, tanah Hak Pengelolaan atau tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, atau tidak dipelihara.

·         Tanah Reklamasi adalah tanah hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurukan, pengeringan lahan atau drainase.

·         Tanah timbul merupakan daratan yang terbentuk secara alami karena proses pengendapan di sungai, danau, pantai dan/atau pulau timbul.

Pasal 2

·         Penetapan Hak Pengelolaan dan Penetapan Hak Atas Tanah berupa Pemberian Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai di atas Tanah Negara atau Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri.

·         Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk keputusan yang diberikan secara:

o   individual atau kolektif; atau

o   umum.

·         Menteri dapat melimpahkan kewenangan Pemberian Hak Secara Individual atau Pemberian Hak Secara Kolektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.

·         Menteri menetapkan keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Secara Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012

TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

 

PPNOMOR 19 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

 

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2021 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

·         Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.

·         Pihak yang Berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah.

·         Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.

·         Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

·         Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

·         Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui Lembaga Pertanahan.

·         Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.

·         Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.

·         Proyek Strategis Nasional adalah proyek danf atau program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, danf atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.

·         Pengadaan Tanah Skala Kecil adalah kegiatan menyediakan tanah untuk luasan yang tidak lebih dari 5 (lima) hektar.

·         Penilai Pertanahan yang selanjutnya disebut Penilai adalah Penilai Publik yang telah mendapat lisensi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk menghitung nilai objek kegiatan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk Kepentingan Umum, atau kegiatan pertanahan dan penataan ruang lainnya.

·         Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas permukaan tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan pada bidang tanah.

·         Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di bawah permukaan tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan pada bidang tanah.

Pasal 2

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asas:

Ø  kemanusiaan;

Ø  keadilan;

Ø  kemanfaatan;

Ø  kepastian;

Ø  keterbukaan;

Ø  kesepakatan;

Ø  keikutsertaan;

Ø  kesejahteraan;

Ø  keberlanjutan; dan

Ø  keselarasan.

Pasal 3

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.

Pasal 10

Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) digunakan untuk pembangunan:

§  pertahanan dan keamanan nasional;

§  jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

§  waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;

§  pelabuhan, bandar udara, dan terminal;

§  infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;

§  pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;

§  jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;

§  tempat pembuangan dan pengolahan sampah;

§  rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;

§  fasilitas keselamatan umum;

§  tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;

§  fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;

§  cagar alam dan cagar budaya;

§  kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;

§  penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;

§  prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;

§  prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan

§  pasar umum dan lapangan parkir umum.

Pasal 13

Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan:

a.       perencanaan;

b.       persiapan;

c.       pelaksanaan; dan

d.      penyerahan hasil.

PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH

Pasal 27

·         Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada Lembaga Pertanahan.

·         Pelaksanaan Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

o   inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah;

o   penilaian Ganti Kerugian;

o   musyawarah penetapan Ganti Kerugian;

o   pemberian Ganti Kerugian; dan

o   pelepasan tanah Instansi.

·         Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), Pihak yang Berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.

·         Beralihnya hak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan memberikan Ganti Kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi.

Pasal 33

Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:

a.       tanah;

b.       ruang atas tanah dan bawah tanah;

c.       bangunan;

d.       tanaman;

e.       benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau

f.        kerugian lain yang dapat dinilai.

Pasal 36

Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk:

a.       uang;

b.       tanah pengganti;

c.       permukiman kembali;

d.       kepemilikan saham; atau

e.       bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Pasal 38

(1)    Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).

(2)    Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan.

(3)    Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

(4)    Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.

(5)    Putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran Ganti Kerugian kepada pihak yang mengajukan keberatan.

Pasal 39

Dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), karena hukum Pihak yang Berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1).